.Bismillah

.Bismillah

Senin, 08 Oktober 2012

(HIKMAH ) DIALOG DENGAN TANAH


Suatu hari Umar bin Abdul Aziz mengantarkan jenazah keluarganya ke kubur. Ketika para pengiring lainnya telah pulang, Umar dan salah seorang shahabatnya masih tetap berada di sisi kuburan. Sahabatnya bertanya, "Wahai Amirul Mukminin, jenazah yang kau antarkan itu telah meninggalkanmu, tidakkah engkau juga ingin meninggalkannya?" Umar menjawab, "Ya, aku juga ingin meninggalkannya, hanya saja kuburan yang ada di belakangku seakan-akan memanggilku dan berkata, Wahai Umar, tidakkah engkau ingin bertanya kepadaku tentang apa yang telah kuperbuat terhadap orang yang engkau cintai ini?"

"Ya"

"Aku telah mengoyak-ngoyak kain kafannya, mencabik-cabik badannya, menghisap darahnya dan mengunyah dagingnya."

"Tidakkah engkau ingin bertanya tentang apa yang telah ku perbuat terhadap anggota tubuhnya?"

"YA"

"Aku telah mencabut satu persatu kedua telapak tangan dari tulang hastanya, kedua tulang hastanya dari tulang lengan atasnya dan kedua lengan atasnya dari tulang pundaknya. Aku juga telah mencabut kedua tulang pangkal paha dari kedua pahanya, kedua pahanya dari ruasnya, kedua ruasnya dari tulang betisnya dan kedua betisnya dari kedua telapak kakinya."

Sejenak kemudian, Umar menangis dan berkata, ""Bukankah dunia itu fana. Orang yang mulia akan menjadi hina, yang kaya akan menjadi miskin papa, yang muda akan berangsur tua dan yg hidup juga akan mati juga?"


SUMBER : FB Yusuf Mansur Network

Wahai Dunia


Wahai Dunia, Wahai dambaan disetiap zaman, telah  berjuang memperebutkanmu sedemikian banyak pembesar dan Raja Raja, mereka menikmati keberhasilan dengan kegembiraan. Dan telah berjatuhan sedemikian banyak para fakir miskin yang menetes air liurnya melihat kenikmatan para raja dunia. Telah datang pula golongan hamba yang shalih yang tak mau memperebutkanmu, mereka melupakanmu dan mencari ridho Allah.

Wahai Dunia, tidaklah para raja, atau fakir miskin, atau bahkan orang-orang shalih itu meninggalkanmu kecuali  kau  bekali  1  X  2  meter  saja  dari  milikmu  untuk  lubang kuburnya, hanya itulah yang kau berikan pada mereka, itulah kebaikanmu pada para pecintamu atau mereka yang meninggalkanmu, sama saja, padahal para pecintamu melupakan segala-galanya hanya untuk mendapatkanmu, namun tak satupun dari mereka meninggalkanmu, selain hanya mendapatkan kuburnya saja, maka para pecintamu  meninggalkan  harta  untuk  menjadi  bahan  perebutan  dan  percekcokan antara ahli warisnya kelak, dan ia meninggalkanmu dibebani dosa, dan para hamba Shalih mendapat tumpukan pahala.

Firman Allah: "Dan Kehidupan Dunia hanyalah panggung sandiwara dan fatamorgana belaka"

Oh Saudara.., sadarlah.. aku dan engkau hanyalah satu sel dari 1 Milyar sel yang terkumpul dalam beberapa tetes cairan kental yang mengalir dari dahsyatnya birahi manusia sebelumku dan sebelummu. 1 Milyar sel itu bertebaran di vagina, berjuang mencapai kehidupan alam rahim, maka 1 Milyar sel itu gagal kesemuanya, mereka semua mati dan  terbuang, hanya satu  sel yang berhasil selamat ke  alam  rahim, ITULAH AKU DAN ENGKAU, satu-satunya yang berhasil selamat dari 1 Milyar saudaraku dan saudaramu yang musnah..

Aku dan engkaupun hidup bertebaran memenuhi bumi, lalu mati dan dibenamkan dikubur, kubur kita yang harus dalam, agar bau busuk yang dahsyat kelak, tak terbaui dan mengganggu manusia lain yang masih belum jadi bangkai seperti kita, aku dan engkau akan sendiri, tak ada teman terdekat sekalipun yang mau menemani di kubur kita, tak satupun dari mereka mau perduli terhadap hewan tanah yang menggerogoti kita, lalu hewan tanah akan menggerogoti tubuh ini sedikit demi sedikit, berkeliaran di paru-paru kita, dan mungkin menjadikan otak kepala ini sebagai tempat bertelur. Lalu kita akan habis menjadi tulang, lalu habis lebur menjadi tanah.., musnah.., tak lagi terlihat bentuk ini, tak lagi ada suara ini, wujud ini, semua habislah sudah begitu saja.

Wahai aku dan kalian, ingatlah bahwa maut membayangiku dan kalian lebih dekat dari bayangan kita sendiri, dan ingatlah bahwa satu nafas kita adalah selangkah menuju ajal.


oleh : Al Habib Munzir Al Musawa