.Bismillah

.Bismillah

Minggu, 22 Februari 2015

قرأنا فى الضحی

قرأنا فى الضحی ولسوف یعطیك فسر قلوبنا ذاك العطاء
Telah kami baca di dalam Surah Dhuha "Dan kelak kamu akan diberi karunia" Maka gembira hati kami atas kurniaan itu


و أحسن منك لم تر قط عیني و أجمل منك لم تلد النساء
Dan yang lebih baik darimu belum pernah telihat oleh mata. Dan yang lebih indah darimu belum pernah dilahirkan para wanita


 حشاك یارسول الله ترضی وفینا من یعذب أو یساء 
Tidak sesekali wahai Rasulullah akan kau ridho Sedangkan diantara kami ada yang diazab dan diperlakukan keburukan keatasnya


 خلقت مبرأ من کل عیب گأنك قد خلقت گما تشاء 
Engkau diciptakan bebas dari segala aib Seakan-akan engkau dicipta seperti yang mana yang kau inginkan dirimu diciptakan 


نبي ھاشمي أبطحي شمائلھ السماحة والوفاء 
Nabi dari Bani Hasyim dari Abtah (sebuah tempat di Mekkah) Keperibadiannya lemah lembut dan penuh kasih dan sayang


Jumat, 20 Februari 2015

Dari Constantinople Menjadi Islambul

“Niscaya kelak Konstantinopel akan ditaklukkan... rajanya adalah sebaik-baik raja dan prajuritnya sebaik-baik prajurit.”
Istambul yang kita kenal kini adalah salah satu kota terpenting bagi identitas negara Republik Turki. Kota yang memiliki sejarah panjang terkait riwayat pe­nama­annya ini juga merupakan kota pelabuh­an terbesar di Turki. Kota ini memiliki ke­unikan geografi; sebagian masuk benua Eropa dan sebagiannya lagi masuk be­nua Asia, dengan dihubungkan oleh se­buah jembatan yang melintasi Selat Bosporus.
Istambul bermula dari sebuah kota bernama Bizanthium, yang dibangun bangsa Yunani pada kira-kira abad ke-7 SM. Pada tahun 330 M, kota ini dijadikan ibu kota Kekaisaran Romawi oleh Kaisar Constantine The Great. Kota ini kemudian diubah namanya oleh sang kaisar menjadi Konstantin, yang dalam bahasa Romawi disebut Konstantinopel (Constantinople). Namun pada tahun 395 M, ketika Kekaisaran Romawi ter­pecah, kota ini menjadi ibu kota Kekai­sar­an Romawi Timur dengan nama Bizantium. Sedangkan pecahan lainnya, Romawi Barat, beribu kota Roma.
Romawi Timur, yang memusatkan ke­kuasaannya di Bizantium atau Kon­stantinopel, kemudian membangun kota tersebut dengan berbagai bangunan mo­numental, seperti gereja Aya Sophia dan benteng Golden Horn. Tak pelak lagi, bangunan-bangunan monumental terse­but serta letaknya yang strategis sebagai pintu gerbang Asia-Eropa maupun se­baliknya menarik perhatian dunia.

Nubuwwah Nabi SAW
Nabi Muhammad SAW mengimpi­kan, kelak suara adzan akan menggema di negeri itu. Melalui isyarat yang Allah Ta’ala sampaikan kepada beliau, di ha­dapan para shahabatnya, beliau bersab­da, sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad, “Latuftahannal qasthanthiniyyah... falani’mal amir amiruha wa lani’mal jaisy dzalikal jaisyu....”(Niscaya kelak Kon­stantinopel akan ditaklukkan... rajanya adalah sebaik-baik raja dan prajuritnya sebaik-baik prajurit).
Delapan abad setelah itu, perkataan Nabi benar-benar terjadi. Benteng Kon­stantinopel, yang terkenal kuat dan tang­guh, akhirnya dikuasai kaum muslimin. Para ulama, di antaranya Ibnu Taimiy­yah, membenarkan kabar Nabi ini seba­gai dalil min dalail an-nubuwwah, salah satu tanda bukti kebenaran kenabian Nabi Muhammad SAW, yakni mem­beritakan kejadian-kejadian yang akan terjadi di masa depan.
Berkali-kali usaha menggemakan adzan di bumi tonggak kebesaran Eropa ini dilancarkan, di antaranya di masa Muawiyah bin Abi Sufyan. Meski upaya itu belum berhasil, Abu Ayyub Al-An­shari, sahabat Rasulullah SAW yang ga­gah berani, bersumpah, jika ia wafat da­lam pertempuran itu, ia meminta agar di­makamkan tepat di bawah tembok ben­teng Konstantinopel, agar jasadnya ke­lak menjadi saksi kemenangan yang te­lah dikabarkan Nabi SAW itu.
Sebagaimana upaya yang sama di­lakukan para khalifah Bani Umayyah lain­nya, di masa Abbasiyyah, misi itu juga terus dilanjutkan. Setelah jatuhnya Baghdad 656 H/.... M, usaha menakluk­kan Konstantinopel diteruskan oleh ke­rajaan-kerajaan kecil di Asia Timur, ter­utama Kerajaan Seljuk. Berkat kegigihan Dinasti Seljuk, sebagian besar wilayah kekaisaran Roma takluk.
Kemudian beberapa usaha untuk me­naklukkan Konstantinopel juga di­lakukan oleh para pemimpin Daulah Utsmaniyyah, sejak masa raja pertama mereka, Utsman bin Ertogrul, hingga masa raja keenam, Murad II.
Akhirnya Allah SWT mewujudkan impian kaum muslimin untuk menakluk­kan benteng tersebut melalui tangan pe­mimpin ketujuh, Sultan Muhammad II, yang dikenal tangguh, shalih, dan ama­nah di mata rakyatnya.
Dikisahkan, tentaranya tidak pernah meninggalkan shalat wajib sejak baligh dan separuh dari mereka tidak pernah meninggalkan shalat Tahajjud sejak ba­ligh. Di samping ketaqwaan Sultan dan tentaranya kepada Allah, mereka juga memiliki semangat jihad yang tinggi, pantang menyerah, dan tidak takut mati. Mereka juga berhasil memainkan taktik perang yang luar biasa.
Penaklukan ibu kota Kekaisaran Ro­mawi Timur itu berada langsung di bawah komando Sultan Muhammad II, yang kala itu baru berumur 21 tahun. Sedangkan pihak lawan, yang bertahan dari gempur­an dahsyat itu, dikomandoi Kaisar Bizan­tium Konstantinus XI. Pengepungan ber­langsung dari Jum’at, 6 April 1453, hingga Selasa, 29 Mei 1453, berdasarkan Ka­lender Julian, yang bertepatan dengan 7 Jumadal Akhirah 857, menurut perhitung­an kalender Islam, ketika kota itu akhirnya takluk di tangan Muhammad II beserta prajuritnya.
Penaklukan Konstantinopel menan­dai berakhirnya Kekaisaran Romawi, negara adidaya, yang telah berlangsung selama hampir 1.500 tahun. Itu juga merupakan pukulan besar untuk Kristen. Di sisi lain, untuk pertama kalinya dalam sejarah umat manusia, Sultan dan pa­sukannya bisa membuat kapal-kapal laut berjalan di atas daratan. Rute darat yang dilalui kapal-kapal Turki bukanlah rute yang mudah. Selain harus melewati jalan yang terjal, jarak yang harus ditempuh pun tidak pendek. Di samping itu, mereka juga telah memperkenalkan teknologi peledak massal sejenis meriam atau bom dalam peperangan kolosal itu.

Kota Islam
Konstantinopel adalah salah satu ban­dar terkenal di dunia. Semenjak di­diri­kan oleh maharaja Bizantium yakni Constan­tine I, kota ini  sudah menyita per­­hatian masyarakat dunia. Wilayahnya luas, ba­ngunannya besar, arsitekturnya megah dan indah­, kedudukannya  strategis.
Kon­stantinopel juga dikenal memiliki perta­hanan militer yang terkenal kuat. Di sam­ping benteng raksasa yang berdiri ko­koh, para prajuritnya pun selalu siap de­ngan berbagai macam senjatanya me­nyambut setiap pasukan yang hendak me­nyerang benteng itu. Tidak keting­gal­an galian parit yang besar membentang mengitari benteng ini, semakin menam­bah kesan bahwa kota ini mustahil di­taklukkan. Cukuplah ketidakberhasilan ekspedisi jihad umat Islam sebelumnya untuk menguasai kota ini sebagai bukti akan ketangguhan pertahanannya.
Namun semua ini berakhir lewat jerih pa­yah Sultan Muhammad II, yang ke­mudian diberi gelar Al-Fatih, “Sang Pe­nakluk”. Dan sejak penaklukan itulah, Konstantinopel diganti namanya menjadi Islambul, yang artinya “Kota Islam”.
Mengenai penamaan ini, dalam buku berjudul Fi Zhilali Surah at-Taubah, Dr. Abdullah Yusuf Azzam menulis bahwa, setelah membebaskan Konstantinopel, Muhammad Al-Fatih mengubah nama kota ini menjadi Islambul, yang berarti “Kota Islam”. Maka, sebetulnya bukan Istanbul. Penyebutan “Istanbul” muncul dari orang Barat, yang setelah diindo­nesia­kan menjadi “Istambul”.
Pengindonesiaan “Istanbul” menjadi “Istambul” bukannya tanpa dasar. Kon­sonan “m” dipilih karena “m” secara fo­netis (ilmu yang mempelajari bunyi ba­hasa) sejenis dengan “b”, yakni bilabial, dua bibir terkatup.
Jadi, pemilihan nama “Istambul”, se­cara ilmiah, linguistik (ilmu yang mem­pelajari bahasa), bisa dipertanggung­jawabkan. Dan bukankah pengucapan “Istambul” lebih mudah daripada “Istan­bul” karena bunyi “m” lebih dekat ke bunyi “b” daripada bunyi “n”? Ya, linguis­tik, sebagai ilmu, peranti, memang tu­gas­nya membuat sesuatu yang sulit menjadi mudah.

Kamis, 19 Februari 2015

Wafatnya Sang Penggagas Maulid

Ia bagaikan seorang ibu yang khawatir kehilangan anak. Ia memantau setiap pertempuran tentaranya, bergerak dari satu penjuru ke penjuru yang lain, membangkitkan semangat tentaranya supaya benar-benar berjihad di jalan Allah, dan sanggup pergi berdakwah ke berbagai pelosok dengan mata yang berlinang keharuan untuk mengobarkan semangat umat Islam agar bangkit membela Islam. 
Anda yang pernah menonton film Kingdom of Heaven, sebuah film garapan sutradara Ridley Scott, yang di­pro­duksi pada tahun 2005, pasti tahu ba­gaimana kolosalnya film tersebut. Sang penulis skenario dan sutradara yang mengarahkannya begitu apik menam­pil­kan sisi-sisi humanis beberapa tokoh di da­lamnya. Sinopsis film tersebut men­ceri­takan bagaimana saat-saat genting terjadi di tanah Yerusalem saat Perang Salib ketiga mencuat. Hubungan umat Islam dan Nasrani dipertaruhkan oleh beberapa oknum terdekat di istana ke­kuasaan Raja Baldwin IV demi kekuasa­an. Sedangkan sang raja yang berhati lem­but namun sakit-sakitan tahu betul sikap tegas kawan sekaligus lawannya, Sultan Saladin.

Meski buatan Barat, film yang di­garap pasca-Peristiwa 9-11 ini ba­nyak dipuji oleh pemerhati film dari dunia Islam, lantaran penggambaran tokoh ksatria Islam di dalamnya secara obyek­tif dan tak mendiskreditkan sang tokoh, terutama Sultan Shalahuddin. Orang-orang Barat seakan memafhumi bahwa film ini dihadirkan untuk merajut kembali terkoyaknya hubungan Barat-Timur pas­ca-peristiwa tersebut.
Perang Salib ketiga itu telah menem­patkan sosok Saladin alias Shalahuddin Al-Ayyubi, raja sekaligus panglima pe­rang Kesultanan Ayyubiyyah Mesir, se­bagai sosok yang sangat dihormati ka­wan maupun lawan. Shalahuddin men­da­pat reputasi besar di kalangan Kristen Eropa. Kisah perang dan kepemimpin­an­nya banyak ditulis dalam karya puisi dan sastra Eropa. Di antaranya adalah The Talisman (1825), karya Walter Scott, Saladin: All-Powerful Sultan and the Uniter of Islam, karya Sir Stanley Lane-Poole. Sebagian besar kisah panglima Shalahuddin atau Saladin yang tersebar baik di Barat dari sejarah Perang Salib yang panjang di abad ke-12 M itu ber­cerita tentang seorang yang pemberani dalam pertempuran, yang sebenarnya tak ingin menumpahkan darah.

Maulid dan Jihad
Shalahuddin bin Yusuf Al-Ayyubi lahir dari keluarga Kurdi kota Tikrit, sisi Sungai Tigris, 140 KM barat laut kota Baghdad, pada tahun 1137 M. Keluarga­nya tidak diizinkan tinggal di kota Tikrit oleh rezim Baghdad kala itu, Bani Ab­basiyah, karena dituduh pengkhianat.
Dalam perjalanan pengungsian ke Aleppo, Damaskus, Shalahuddin dilahir­kan. Tatkala kelahirannya, ayahnya ber­kata, “Anakku ini dilahirkan ketika aku da­lam kesusahan. Aku bimbang kelahir­an­nya membawa sial.” Namun siapa me­nyangka, bayi lelaki itu di kemudian hari menjadi pahlawan yang agung?
Masa kecil Shalahuddin selama se­puluh tahun dihabiskan belajar di Da­maskus, di lingkungan keluarga Sultan Nuruddin Az-Zanji, penguasa Dinasti Zanj yang memerintah Syria yang mem­beri perlindungan bagi pengungsi Kurdi.
Selain belajar ilmu-ilmu Islam, Sha­lahuddin pun mempelajari ilmu-ilmu ke­militeran dari pamannya, Asaduddin Syirkuh, seorang panglima perang Turki Seljuk. Mulanya ia bekerja sebagai pa­sukan tentara berkuda Sultan Nuruddin. Kemudian ia diperintahkan untuk pergi ke Mesir bersama pamannya.
Shalahudin sempat merasa berat hati berangkat ke Mesir, karena lebih suka di Aleppo bersama keluarganya. Namun, bersama pamannya, Shalahud­din menjadi banyak menempa ilmu pe­perangan serta turut berperang pada era duwaylat (negara-negara kecil), sehing­ga berhasil menguasai dan menum­bang­kan Kesultanan Fathimiyah, yang berpaham Syi’ah, di Mesir.
Tatkala Shalahuddin dinobatkan menjadi sultan di Mesir, putra Nuruddin Az-Zanji, Shalih Ismail, bersikeras me­nolaknya. Pasca-wafatnya Sultan Nu­rud­din, Shalih Ismail bersengketa soal ga­ris keturunan terhadap hak kekhali­fahan di Mesir. Akhirnya Shalih Ismail dan Shalah­uddin berperang dan Damas­kus bisa dikuasai Shalahuddin. Shalih Ismail terpaksa menyingkir dan terus melawan kekuatan dinasti baru hingga terbunuh pada tahun 1181. Shalahuddin memim­pin Syria sekaligus Mesir serta mengem­balikan Islam di Mesir kepada jalan Ah­lussunnah wal Jama’ah (Aswaja).
Perannya mengembalikan Aswaja di bumi Mesir semakin terasa lengkap tat­kala ia menggelar sayembara penulisan syair puji-pujian bagi Baginda Nabi Mu­hammad SAW dan perayaan peringatan Maulid Nabi SAW secara besar-besaran. Idenya berangkat dari usulan iparnya, Muzhaffaruddin Qatburi, bupati (ata­begh) di Irbil, Syiria. Motifnya sungguh mulia, yakni mengobarkan kembali ke­cintaan kepada Rasulullah dan para sa­habat serta jalan perjuangan mereka yang tak kenal lelah untuk menegakkan kalimah Allah di atas muka bumi. Di tambah lagi, suasana politik antara umat Islam dan Kristen tengah memanas aki­bat konflik berkepanjangan di Yerusalem.
Pada mulanya gagasan Shalahuddin ditentang oleh para ulama, sebab sejak zaman Nabi peringatan seremonial seperti itu tidak pernah ada. Akan tetapi Shalahuddin menegaskan bahwa pe­rayaan Maulid Nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bu­kan perayaan yang bersifat ritual, se­hingga tidak dapat dikategorikan bid’ah yang terlarang.
Ketika Salahuddin meminta pan­dang­­an dan persetujuan dari Khalifah An-Nashir di Baghdad, ternyata Khalifah setuju. Maka, pada ibadah haji bulan Dzulhijjah 579 H, Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi, sebagai penguasa tanah Hara­main (Makkah dan Madinah), menyeru­kan kepada seluruh jama’ah haji agar jika kembali ke kampung halaman ma­sing-masing segera mensosialisasikan kepada masyarakat Islam di mana saja berada bahwa mulai tahun 580 H/1184 M pada setiap tanggal 12 Rabi’ul Awwal dirayakan sebagai hari Maulid Nabi de­ngan diisi berbagai kegiatan yang mem­bangkitkan semangat umat Islam.
Salah satu kegiatan peringatan yang diadakannya pertama kali di tahun itu adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-puji­an bagi Nabi dengan bahasa yang se­indah mungkin. Seluruh ulama dan sas­tra­wan diundang untuk mengikuti kom­pe­tisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja‘far Al-Barzanji. Karyanya yang dikenal sebagai kitab Barzanji sampai sekarang sering dibaca masyarakat di berbagai belahan negeri pada peringatan Maulid Nabi.
Ternyata peringatan Maulid Nabi yang diselenggarakan Sultan Shalah­uddin itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam dalam Perang Sa­lib bergelora kembali. Ia bersama pasuk­annya berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 583 H/1187 M Yerusalem direbut dari tangan bangsa Barat dan Masjid Al-Aqsha menjadi masjid kembali hingga hari ini.
Sir Stanley Lane-Poole mencatat, Shalahuddin mengubah cara hidupnya ke­pada yang lebih keras, disiplin, di­barengi sifat wara‘ dan sederhana. Ia menepikan corak hidup senang seperti kebanyakan para penguasa, dan men­jadi contoh bagi tentara dan rakyatnya, bahkan di kemudian hari juga bagi la­wan-lawannya. Ia juga menyerahkan diri sepenuhnya untuk berjihad di jalan Allah.
Bahauddin, juru tulisnya, sebagai­mana dikutip Lane-Poole, mencatat, se­mangat sang panglima senantiasa ber­kobar untuk bicara jihad dalam menen­tang tentara Salib, yang mengusir kaum muslimin dari Yerusalem. Ia luangkan seluruh tenaganya untuk memperkuat pasukannya serta menyeleksi kekuatan dan senjata. Jika ada yang mengajaknya berdiskusi tentang strategi perang, ia akan penuh perhatian menyimaknya. Sehubungan dengan ini ia lebih banyak tinggal di dalam kemah perang ketim­bang duduk di istana bersama keluarga.
Siapa saja yang menyokongnya akan mendapat kepercayaannya. Dalam medan peperangan, ia bagaikan se­orang ibu yang khawatir kehilangan anak. Ia akan bergerak dari satu penjuru ke penjuru yang lain dalam usaha mem­bangkitkan semangat tentaranya supaya benar-benar berjihad di jalan Allah. Ia sanggup pergi berdakwah ke berbagai pelosok dengan mata yang berlinang keharuan untuk mengobarkan semangat umat Islam supaya bangkit membela Islam. Ketika perang berlangsung, ia lebih suka berpuasa meskipun sedang sakit, seperti pada Pertempuran Acra.
Masih menurut catatan Bahauddin, tabib pribadi sultan pernah berkata bah­wa Sultan Shalahuddin hanya berbuka dengan beberapa suap makanan, kare­na tidak mau perhatiannya pada pepe­rangan terganggu. Inilah contoh seorang pemimpin umat dan panglima tentara yang belum kita jumpai hingga kini.
Kemenangan Peperangan Hittin te­lah membuka jalan mudah kepada Shalahuddin untuk menguasai Baitul Maqdis. Bahauddin, sang sekretaris, mencatat bahwa Shalahuddin sangat berkepentingan untuk merebut Baitul Maqdis, dan hajatnya itu tercapai pada hari Jum’at, 27 Rajab 583 H/1187 M, tepat pada hari Isra Mi’raj, dan ia berhasil me­masuki Masjid Al-Aqsha.
Hari kemenangan ini menjadi titik awal atas kemenangan-kemenangan berikutnya. Banyak orang, para ulama, pem­besar, hingga rakyat jelata, berda­tangan dari Mesir dan Syria untuk meng­ucapkan selamat kepada Shalahuddin dan merayakan kemenangannya. Gaung takbir pun menggema di seluruh angka­sa Syiria, Mesir, hingga Tanah Suci.
Kisah Perang Salib kedua dan ketiga mencatat dengan apik kiprah sang pang­lima Islam yang melegenda ini dengan catatan yang membuat kagum semua pihak. Kisah ini bukan saja ditulis oleh para penulis muslimin, tetapi juga penu­lis orientalis dan Barat, yang dengan penuh hormat mengakui kehebatannya.

Sederhana hingga Akhir Usia
Shalahuddin, sebagaimana telah di­sebutkan, punya pola hidup sederhana. Ia tidak tinggal di istana megah, sebagai­mana kaum bangsawan di mana saja. Ia justru tinggal di sebuah masjid kecil ber­nama “Al-Khanqah”. Dari tempat ini pula ia mengatur segala kebijakannya, baik urusan pemerintahan maupun pe­rang, hingga tutup usia. Dan ia sangat meng­hindari korupsi, yang sering meng­hinggapi para raja pemenang perang.
Sultan Shalahuddin bin Yusuf Al-Ayyubi wafat pada 15 Shafar 589 H/4 Maret 1193 M di kota Damaskus. Saat jenazahnya diurus, para pembantu dan keluarga dekatnya sempat terperangah ka­rena ternyata sang sultan tidak mem­punyai harta berharga. Ia hanya memiliki selembar kain kafan lusuh yang selalu dibawanya dalam setiap perjalanan dan uang senilai 66 dirham Nasirian (mata uang Suriah waktu itu) di dalam kotak besi­nya. Sehingga untuk mengurus penguburan panglima kharismatis ini, me­reka harus berutang terlebih dahulu.
Dalam hidupnya yang tergolong sing­kat, 55 tahun, Shalahuddin telah me­norehkan catatan kehidupannya sebagai inspirasi kehidupan bagi siapa saja hing­ga kini. Bahkan, kata Sir Stanley Lane-Poole, orang Eropa takjub bagaimana Islam bisa melahirkan orang sebaik dia.
Satu wasiat yang disampaikannya kepada anaknya, Az-Zahir, sebelum wa­fatnya, “Anakku, janganlah kau tumpah­kan darah... sebab darah yang terpercik ke muka tak akan bisa membuatmu ter­tidur.”



Minggu, 01 Februari 2015

Ringkasan Tentang Pernikahan

1. PENGERTIAN NIKAH

Kata nikah dalam bahasa arab berarti menyatu dan bersetubuh, dan dalam arti syari’ adalah sesuatu aqad yang memperbolehkan dengan aqad itu bersetubuh dengan istri dengan lafadz nikah atau kawin. Nikah sangat diperintahkan oleh ALLAH SWT. Dan sangat dianjurkan oleh nabi Muhammad s.a.w. (seperti yang tertera pada ayat 32 surah An-Nur dan hadist-hadist Rasulullah yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim, Imam Ahmad dan Abu Ya’la) berkata Ibnul Abbas rodliallahu’anhu : tidak sempurna ibadah seseorang sampai dia kawin (menikah).



Firman Allah SWT dalam Al Quran tentang pernikahan :
v  “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan mengkayakan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui.” (QS. An Nuur (24) : 32).
v  “Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” (QS. Adz Dzariyaat (51) : 49).
v  ¨Maha Suci Allah yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui¡¨ (Qs. Yaa Siin (36) : 36).
v  Bagi kalian Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri) dari jenis kalian sendiri, kemudian dari istri-istri kalian itu Dia ciptakan bagi kalian anak cucu keturunan, dan kepada kalian Dia berikan rezeki yang baik-baik (Qs. An Nahl (16) : 72).
v  Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (Qs. Ar. Ruum (30) : 21).
v  Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi pelindung (penolong) bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasulnya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah ; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Qs. At Taubah (9) : 71).
v  Wahai manusia, bertaqwalah kamu sekalian kepada Tuhanmu yang telah menjadikan kamu satu diri, lalu Ia jadikan daripadanya jodohnya, kemudian Dia kembangbiakkan menjadi laki-laki dan perempuan yang banyak sekali. (Qs. An Nisaa (4) : 1).
v  Wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik. Lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula (begitu pula sebaliknya). Bagi mereka ampunan dan reski yang melimpah (yaitu : Surga) (Qs. An Nuur (24) : 26).
v  ..Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja..(Qs. An Nisaa’ (4) : 3).
v  Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukminah apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sesungguhnya dia telah berbuat kesesatan yang nyata. (Qs. Al Ahzaab (33) : 36).
v   “Janganlah kalian mendekati zina, karena zina itu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk” (Al-Isra 32)
v  “Dialah yang menciptakan kalian dari satu orang, kemudian darinya Dia menciptakan istrinya, agar menjadi cocok dan tenteram kepadanya” (Al-A’raf 189)

Hadits Anjuran-Anjuran Rasulullah SAW Untuk Menikah :
·         Rasulullah SAW bersabda: “Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku !”(HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.).
·         Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah (HR. Tirmidzi).
·         Dari Aisyah, “Nikahilah olehmu kaum wanita itu, maka sesungguhnya mereka akan mendatangkan harta (rezeki) bagi kamu¡¨ (HR. Hakim dan Abu Dawud).
·         Sabda Rasulullah SAW: “Barangsiapa diberi Allah seorang istri yang sholihah, sesungguhnya telah ditolong separoh agamanya. Dan hendaklah bertaqwa kepada Allah separoh lainnya.” (HR. Baihaqi).
·         Dari Amr Ibnu As, Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya ialah wanita shalihat.(HR. Muslim, Ibnu Majah dan An Nasai).
·         “Dunia ini dijadikan Allah penuh perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan hidup adalah istri yang sholihah” (HR. Muslim)
·         “Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah : a. Orang yang berjihad / berperang di jalan Allah. b. Budak yang menebus dirinya dari tuannya. c. Pemuda / i yang menikah karena mau menjauhkan dirinya dari yang haram.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim)
·         “Wahai generasi muda ! Bila diantaramu sudah mampu menikah hendaklah ia nikah, karena mata akan lebih terjaga, kemaluan akan lebih terpelihara.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud).
·         Kawinlah dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak. Sesungguhnya aku akan membanggakan kamu sebagai umat yang terbanyak (HR. Abu Dawud).
·         Saling menikahlah kamu, saling membuat keturunanlah kamu, dan perbanyaklah (keturunan). Sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya jumlahmu di tengah umat yang lain (HR. Abdurrazak dan Baihaqi).
·         Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang yang sudah berkeluarga lebih baik, daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh jejaka (atau perawan) (HR. Ibnu Ady dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah).
·         Rasulullah SAW. bersabda : “Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina-hina mayat kalian, adalah yang tidak menikah” (HR. Bukhari).
·         Diantara kamu semua yang paling buruk adalah yang hidup membujang, dan kematian kamu semua yang paling hina adalah kematian orang yang memilih hidup membujang (HR. Abu Ya¡¦la dan Thabrani).
·         Dari Anas, Rasulullah SAW. pernah bersabda : Barang siapa mau bertemu dengan Allah dalam keadaan bersih lagi suci, maka kawinkanlah dengan perempuan terhormat. (HR. Ibnu Majah,dhaif).
·         Rasulullah SAW bersabda : Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian diantaramu. Sesungguhnya, Allah akan memperbaiki akhlak, meluaskan rezeki, dan menambah keluhuran mereka (Al Hadits).
·         “Sungguh kepala salah seorang diantara kamu ditusuk dengan jarum dari besi lebih baik, daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya” (HR. Thabrani dan Baihaqi)
·         “Sesungguhnya, apabila seorang suami memandang isterinya (dengan kasih & sayang) dan isterinya juga memandang suaminya (dengan kasih & sayang), maka Allah akan memandang keduanya dengan pandangan kasih & sayang. Dan apabila seorang suami memegangi jemari isterinya (dengan kasih & sayang) maka berjatuhanlah dosa-dosa dari segala jemari keduanya” (HR. Abu Sa’id)
·         “Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah” (HR. Tirmidzi)
·         Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah mampu untuk kawin, maka hendaklah dia menikah. Karena dengan menikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu bisa menjadi perisai baginya” (HR. Bukhori-Muslim)
·         “Janganlah seorang laki-laki dan wanita berkhalwat, sebab syaithan menemaninya. Janganlah salah seorang di antara kita berkhalwat, kecuali wanita itu disertai mahramnya” (HR. Imam Bukhari dan Iman Muslim dari Abdullah Ibnu Abbas ra).
·         Jika datang (melamar) kepadamu orang yang engkau senangi agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan putrimu). Jika kamu tidak menerima (lamaran)-nya niscaya terjadi malapetaka di bumi dan kerusakan yang luas” (H.R. At-Turmidzi)
·         “Kawinlah dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak. Sesungguhnya aku akan membanggakan kamu sebagai umat yang terbanyak” (HR. Abu Dawud)
·         “Saling menikahlah kamu, saling membuat keturunanlah kamu, dan perbanyaklah (keturunan). Sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya jumlahmu di tengah umat yang lain” (HR. Abdurrazak dan Baihaqi)
·         “Barangsiapa yang menikahkan (putrinya) karena silau akan kekayaan lelaki meskipun buruk agama dan akhlaknya, maka tidak akan pernah pernikahan itu dibarakahi-Nya, Siapa yang menikahi seorang wanita karena kedudukannya, Allah akan menambahkan kehinaan kepadanya, Siapa yang menikahinya karena kekayaan, Allah hanya akan memberinya kemiskinan, Siapa yang menikahi wanita karena bagus nasabnya, Allah akan menambahkan kerendahan padanya, Namun siapa yang menikah hanya karena ingin menjaga pandangan dan nafsunya atau karena ingin mempererat kasih sayang, Allah senantiasa memberi barakah dan menambah kebarakahan itu padanya” (HR. Thabrani)
·         “Janganlah kamu menikahi wanita karena kecantikannya, mungkin saja kecantikan itu membuatmu hina. Jangan kamu menikahi wanita karena harta / tahtanya mungkin saja harta / tahtanya membuatmu melampaui batas. Akan tetapi nikahilah wanita karena agamanya. Sebab, seorang budak wanita yang shaleh, meskipun buruk wajahnya adalah lebih utama” (HR. Ibnu Majah)
·         “Dari Jabir r.a., Sesungguhnya Nabi SAW. telah bersabda : Sesungguhnya perempuan itu dinikahi orang karena agamanya, kedudukan, hartanya, dan kecantikannya ; maka pilihlah yang beragama” (HR. Muslim dan Tirmidzi)


2. FAEDAH–FAEDAH NIKAH

Faedah–faedah nikah sangat banyak sekali, seperti yang disebutkan oleh Imam Ghozali dalam kitab Ihya’ diantaranya:

A.    Mendapatkan keturunan yang mana di dalam kita mendapatkan keturunan tersebut mempunyai 4 nilai dalam beribadah:
1.     Untuk meneruskan kelangsungan hidup jenis manusia dimuka bumi ini, seperti yang tertera dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, yang artinya nikahlah kalian supaya kalian mempunyai keturunan.
2.     Untuk mendapatkan cinta Rasulullah s.a.w. dengan memperbanyak umatnya, karena nabi Muhammad s.a.w. merasa bangga dengan banyaknya umat beliau. Seperti yang disabdakan nabi Muhammad s.a.w. (yang artinya) nikahlah kalian sehingga kalian akan menjadi banyak, karena sesungguhnya aku akan membanggakan kalian kepada umat-umat yang lain pada hari kiamat, walaupun dengan bayi yang gugur (hadist diriwayatkan oleh Imam Ahmad).
3.     Mengharapkan do’a dari anaknya kelak untuk kedua orang tuanya, karena semua amal terputus kecuali 3 perkara, termasuk anak yang sholeh yang selalu mendo’akan kedua orang tuanya. (mutafaqun alaihi)
4.     Mengharapkan syafa’at dari anaknya.

B.    Dengan pernikahan tersebut kita mendapatkan benteng yang bisa membentengi diri kita dari godaan syaiton dan hawa nafsu.
C.    Mendapatkan kesenangan dalam kehidupan dan kesemangatan dalam melaksanakan ibadah.
D.    Mendapatkan banyak pahala dll.


3. BERNIAT YANG BAIK DALAM MENIKAH

Dianjurkan oleh Rasulullah s.a.w. bahwa sesungguhnya amal kita tergantung pada niat kita sendiri maka dalam mengerjakan suatu, kita dianjurkan untuk memperbaiki niat kita.

Adapun niat seseorang yang akan menikah seperti yang diriwayatkan oleh Imam Ali Bin Abibakar Assakran diantaranya:
a.     Berniat untuk mendapatkan cinta dan ridho dari ALLAH S.W.T. dan Rasulullah s.a.w.
b.     Berniat memperbanyak keturunan yang sholih dan sholihah.
c.     Berniat menjaga dari godaan syaiton.
d.     Berniat menjaga kemaluan dari pekerjaan yang keji (ma’siat)
e.     Berniat mencari kesenangan dengan istri agar dapat giat dalam beribadah.
f.      Berniat melawan hawa nafsu.
g.     Berniat mencari rizki yang halal untuk keluarga.
h.    Berniat mendidik anak-anaknya agar menjadi anak yang sholih dan sholihah dll.

4. HUKUM MENIKAH 

a.     Wajib. Hukumnya bagi orang yang tidak mampu menahan nafsunya sehingga bisa melakukan perzinahan.
b.     Sunnah, bagi setiap orang yang mempunyai keinginan untuk menikah dan mempunyai uhbah (bekal kawin) yaitu berupa mahar untuk istrinya, nafkah untuk istri di hari perkawinannya dan malam harinya dan juga mempunyai uang untuk beli baju satu stel pada hari perkawinannya.
c.     Khilafuaula, bagi orang yang ingin menikah tapi tidak memiliki uhbah (bekal untuk kawin) atau sebaliknya yaitu mempunyai uhbah (bekal untuk kawin) tapi tidak mempunyai keinginan untuk menikah.
d.     Makruh, bagi seseorang yang tidak memiliki keinginan untuk nikah dan tidak memiliki uhbah (bekal untuk kawin).
e.     Haram, bagi seseorang yang ingin menikah tapi tidak ingin menafkahinya dhohir atau batin.

5. ANJURAN AGAMA UNTUK MELIHAT WANITA YANG AKAN DI KAWINI (DINIKAHI) SEBELUM NIKAH

Seperti yang disabdakan Nabi Muhammad s.a.w. (yang artinya) ”Lihatlah kepadanya karena itu akan menjadikan sebab langgengnya kalian berdua”. Seperti yang diriwayatkan Imam Turmudzi, tapi dengan syarat-syarat tertentu diantaranya:
a.     Dengan niatan ingin menikah (bukan main-main)
b.     Ada harapan untuk diterima pinangannya.
c.     Melihatnya cukup di wajah dan kedua telapak tangannya tidak yang lain (karena wajah dan kedua telapak tangan sudah menggambarkan keseluruhan tubuhnya).
d.     Perempuan yang belum bertunangan.
e.     Perempuan yang boleh dinikahi.

#Peringatan, berpacaran hukumnya haram mutlak, dan bisa menimbulkan fitnah dan malapetaka.

6. RUKUN MENIKAH

a.     Wali nikah.
Wali nikah dibagi dua :
1.     Wali nikah khusus yaitu semua laki-laki kerabatnya yang berhak menjadi wali.
2.     Wali nikah umum yaitu wali hakim atau petugas KUA.


Orang yang berhak menjadi wali nikah yaitu :
1.     Ayah kandung
2.     Kakek, atau bapaknya kakek dan seterusnya
3.     Saudara laki-laki kandung
4.     Saudara laki-laki seayah, adapun saudara laki-laki seibu tidak berhak.
5.     Anak saudara laki-laki kandung (keponakan)
6.     Anak saudara laki-laki seayah dan seterusnya, adapun saudara laki-laki seibu tidak berhak
7.     Paman atau saudara laki-laki ayah kandung
8.     Paman atau saudara laki-laki ayah seayah adapun paman saudara laki-laki seibu tidak berhak
9.     Anak paman saudara laki-laki ayah kandung (misanan)
10.  Anak paman saudara laki-laki ayah seayah dan seterusnya.
11.  Paman ayah
12.  Anak paman ayah (misanan ayah)
13.  Paman kakek kemudian anaknya
14.  Paman ayah kakek kemudian anaknya

Adapun cara perwalianya harus berurutan yaitu dari 1 kalau tidak ada dan tidak memenuhi syarat maka baru yang ke 2, kalau tidak ada yang ke 2 baru yang ke 3 dan seterusnya.


Syarat-syarat menjadi wali nikah di antaranya :
1.     Wali nikah harus mencapai batas baligh
2.     Harus berakal sehat tidak gila.
3.     Bukan orang yang fasik (yang selalu berbuat dosa besar)
4.     Tidak sedang menjalankan ibadah haji atau umroh
5.     Bukan karena paksaan

b.     Istri

Ciri-ciri yang sunnah dipilih pada calon istri diantaranya :
1.     Wanita yang sholihah
2.     Wanita yang cerdas
3.     Wanita yang sudah mencapai batas baligh
4.     Wanita yang subur
5.     Wanita dari keturunan keluarga yang baik-baik
6.     Wanita yang cantik dhohir dan batinya. Yaitu fisiknya sehat dhohir dan batin.


Wanita yang haram dinikahi diantaranya :
1.     Wanita yang masih berstatus istri orang
2.     Wanita yang sedang menjalankan iddah
3.     Wanita yang murtad (yang keluar dari agama Islam)
4.     Wanita yang kafir kalau belum masuk Islam
5.     Wanita yang menjadi mahromnya dari nasab
6.     Wanita yang menjadi mahromnya dari susuan
7.     Wanita yang menjadi mahromnya dari periparan
8.     Wanita yang menjadi bibi istrinya atau saudari istrinya, kalau belum diceraikan atau meninggal dunia.


Sifat-sifat wanita yang menjadi idaman semua pria :
1.     Wanita yang sholehah yang taat beragama
2.     Wanita yang selalu bergairah kepada suaminya
3.     Wanita yang sabar dan tabah
4.     Wanita yang tidak suka mengeluh dan mengadu kecuali hal-hal yang penting
5.     Wanita yang tidak berdandan kecuali untuk suaminya saja
6.     Wanita yang selalu menyenangkan hati suaminya
7.     Wanita yang selalu taat kepada semua perintah suaminya yang baik-baik saja
8.     Wanita yang benar-benar menjaga martabat dirinya dan harta suaminya
9.     Wanita yang cerdas dan rajin
10.  Wanita yang selalu sopan dan lembut terhadap suaminya
11.  Wanita yang selalu menjaga kebersihan di badan, pakaian dan rumahnya dan memakai wewangian
12.  Wanita yang menjaga semua rahasia suaminya
13.  Wanita yang selalu meringankan beban suaminya
14.  Wanita yang menyiapkan makan dan minum untuk suaminya
15.  Wanita yang tidak menolak apabila diajak bersenggama (jimak), kecuali jika ada udzur (halangan)
16.  Wanita yang selalu memperhatikan suaminya
17.  Wanita yang selalu menutupi auratnya kecuali terhadap suaminya.
18.  Wanita yang selalu rapi dalam berpenampilan.

Apabila wanita mempunyai sifat-sifat yang ada diatas maka akan menambah paras kecantikannya, walaupun wajahnya kurang mempesona, dan akan menimbulkan rasa cinta dan sayang selalu dari suaminya.

c.     Suami

Syarat-syarat menjadi suami diantaranya :
1.     Menikahi seorang wanita tanpa paksaan.
2.     Suami tersebut adalah laki-laki tulen.
3.     Calon suami tidak sedang melakukan ihrom baik dengan haji atau umroh.
4.     Suami yang diketahui identitas dirinya dengan jelas
5.     Calon suami harus mengetahui calon istrinya baik, dengan mengetahui nama calon istrinya atau melihatnya langsung atau dengan cara ditunjuk.
6.     Calon istri bukan termasuk mahromnya suami baik nasab, susuan atau periparan (musaharah).
7.     Calon suami harus mengetahui bahwa calon istrinya halal baginya (bukan masih istri orang lain atau iddah atau mahrom).
8.     Calon suami seseorang muslim.

Sifat-sifat suami yang dicintai istri diantaranya :
1.     Suami yang taat beragama
2.     Suami selalu mencintai istrinya
3.     Suami yang selalu menghargai kesetiaan istrinya
4.     Suami yang selalu setia terhadap istrinya
5.     Suami yang sabar dan tabah dalam menghadapi segala hal cobaan
6.     Suami yang bisa menyenangkan hati istrinya
7.     Suami yang selalu menjaga martabatnya dan martabat istrinya
8.     Suami yang cerdas dan rajin
9.     Suami yang bisa memuaskan istrinya dalam hal bersenggama (jimak)
10.  Suami yang menutupi aurotnya terhadap wanita lain
11.  Suami yang menjaga rahasia istrinya
12.  Suami yang lembut terhadap istrinya
13.  Suami yang menjaga kebersihan dirinya dan pakaiannya dan memakai wewangian
14.  Suami yang selalu meringankan beban istrinya
15.  Suami yang selalu rapi dalam berpenampilan
16.  Suami yang selalu bertanggung jawab

Itulah sifat-sifat suami yang sholeh dan akan menyempurnakan kekurangan yang ada pada dirinya.

d.    Dua orang saksi

Dua orang saksi adalah termasuk rukunnya nikah adapun syaratnya diantaranya:
1.     Keduanya harus sudah mencapai batas baligh
2.     Keduanya adalah orang yang berakal
3.     Keduanya dari kaum pria tulen
4.     Keduanya beragama Islam
5.     Keduanya termasuk orang yang adil
6.     Keduanya bukan orang yang idiot
7.     Keduanya bukan orang yang tuli (kalau tulinya ringan sekiranya dari dekat maka akan terdengar maka diperbolehkan)
8.     Keduanya bukan orang buta
9.     Keduanya tidak bisu
10.  Keduanya harus memahami bahasa yang dipakai dalam pernikahan tersebut
11.  Keduanya memiliki ingatan yang kuat
12.  Diantara kedua saksi, bukan termasuk wali dari calon istrinya

Disunnahkan yang menjadi saksi dalam pernikahan yaitu orang sholeh yang taat dalam agama dan taat dalam beribadah. Dan yang paling utama lagi apabila saksi tersebut sudah melakukan ibadah haji.

e.     Aqad Ijab qobul

Aqad ijab qobul merupakan rukun yang paling utama dan yang menentukan. Adapun aqad ijab diucapkan si wali nikah dan qobul di ucapkan calon suami. Adapun syarat-syaratnya:
1.     Aqad ijab qobul tersebut harus dengan kalimat Nikah atau tazwij atau terjemahannya yaitu nikah atau kawin saja maka tidak sah dengan memakai kalimat yang lain.
2.     Antara ijab dan qobul tidak diselingi oleh kata-kata yang tidak ada hubungannya dengan nikah
3.     Antara ijab dan qobul tidak diselingi dengan diam yang sangat lama.
4.     Antara ijab dan qobul sesuai dengan arti dan maksudnya
5.     Aqad ijab qobul harus dilafadzkan sekiranya terdengar oleh orang-orang yang berada disekitarnya (tidak dengan cara berbisik-bisik).

Adapun cara wali menikahkan putrinya dengan lafadz (ucapan) sebagai berikut :
Alhamdulillah wassolatu wassalamu ala rosulillah sayidina muhammad bin abdillah wa’ ala alihii wassohbihi ya fulan bin fulan uzawijuka ala ma amaro allah bihi minimsaki bima’ruf autasrihin bi ihsan. ya fulan bin fulan zawajtuka wa ankahtuka binti fulanah bimahril miiah alafin rubiyyah umlah indonesia khalan.
(Kalau pakai bahasa Indonesia)
Alhamdulillah sholawat dan salam hanya untuk rosulillah Muhammad bin Abdillah dan untuk para keluarga dan sahabatnya. Wahai fulan bin fulan aku kawinkan kamu atas perintah ALLAH dari pada menahannya dengan baik atau melepasnya dengan baik pula, wahai fulan bin fulan aku kawinkan kamu dengan anakku fulanah dengan mahar 100 rb rupiah uang indonesia dengan kontan.

Maka calon suami menjawab.
Qobiltu tazwijaha bilmahrih madzkur.
(Kalau dengan bahasa Indonesia)
Aku terima kawinnya dengan mahar yang telah di tentukan.


Apabila wali nikah ingin mewakilkan pernikahan anaknya maka wali nikah harus mewakilkan pernikahan tersebut dengan berlafadz sehingga terdengar oleh 2 orang saksi dan dalam mewakilkan pernikahan, wali nikah harus mengucapkan :
contoh : 
Wakaltuka fi tajwijiha ibnati fulanah binti fulan li fulan bin fulan bimahril miiah alafin rubiyah.
(Kalau memakai bahasa Indonesia)
Aku wakilkan kepada kamu pernikahan anakku fulanah binti fulan dengan fulan bin fulan dengan mahar 100 rb rupiah.

Kemudian yang mewakili mengucapkan qobiltu wakalah atau aku terima perwakilannya.


7. KAFA’AH

Yang dimaksud dengan kafa’ah adalah : Suatu derajat / kemuliaan yang jika tidak ada pada calon pria kemuliaan tersebut, maka akan jatuh derajat si istri, dan setiap pernikahan apabila ingin menimbulkan mawaddah dan rohmah (kasih sayang) tersebut harus sederajat.

Macam-macam kafa’ah:
a.     Agama :
Maka orang muslim harus sederajat dengan muslimah atau sebaliknya muslimah dengan muslim tidak yang lain, karena kalau tidak sederajat dengan agama akan menimbulkan permusuhan yang sangat mendalam.
b.     Nasab
Seorang arab, akan sederajat dengan orang arab, seorang keturunan raja akan sederajat dengan keturunan raja yang lain, dan seorang keturunan rasul atau disebut dengan sayyid /syarifah sederajat dengan keturunan rosul yang lain, memang seorang syarifah / perempuan arab/ perempuan keturunan raja boleh menikah dengan yang lain asalkan walinya setuju menurut madzab Imam Syafi’i, akan tetapi kenyataan yang ada yang terjadi di masyarakat apabila itu terjadi akan banyak perselisihan yang terjadi didalam keluarga dan akan menimbulkan ketidakcocokan dan keharmonisan dalam keluarga / rumah tangga, maka sulit untuk menimbulkan mawaddah warohmah (kasih sayang).
c.     Iffah
Artinya, seorang yang menjaga dari perbuatan maksiat.
d.     Pekerjaan
Dalam rumah tangga, pekerjaan dijadikan satu titik keharmonisan, maksudnya, suami harus lebih tinggi derajatnya dalam pekerjaan dibanding istrinya, karena jika sama atau lebih rendah akan timbul perselisihan tentang pekerjaan.
e.     Kemerdekaan
Yaitu budak tidak sederajat dengan orang yang merdeka. Yang dimaksud budak, orang yang menjadi tawanan dalam peperangan.

8. WALIMAH

a.     Walimah adalah jamuan berupa makan dan minuman yang diadakan untuk syukuran setelah akad nikah, adapun hukumnya sunnah, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, bahwasanya Rasulullah saw. mengadakan walimah untuk sebagian istri-istrinya, yaitu Ummu Salamah dengan mengeluarkan gandum dan untuk istri beliau bernama Sofiah, mengeluarkan kurma dan keju. Rasulullah saw. juga memerintahkan sahabatnya yang bernama Abdurrahman bin Auf untuk menyembelih 1 ekor kambing setelah menikah.
b.     Menghadiri walimah nikah hukumnya wajib.
c.     Disunnahkan ketika mengadakan walimah nikah dengan bacaan-bacaan dzikir atau sholawat atau dengan membaca Maulid Nabi Muhammad saw. dan juga menabuh gendang atau rebana seperti yang dilakukan Rasul saw. ketika menikahkan anaknya Sayyidatina Fatimah Azzahra dengan Imam Ali ra dan juga disunnahkan memanggil orang sholeh yang ahli ibadah dan fakir miskin, dalam mengadakan walimah, agar mendapatkan keberkahan.

9. THALAQ

a.     Thalak adalah sesuatu perkara yang bisa terjadi di suatu rumah tangga, dan sesuatu yang paling dibenci oleh ALLAH S.W.T. dan thalaq bisa terjadi dalam semua keadaan, ketika bergurau atau marah atau bercerita bahkan ketika memberi arahan kepada seseorang (mengajar) maka kita harus berhati-hati menjaga lisannya dari ucapan thalak.
b.     Thalaq dibagi menjadi 2 macam.
1.     Kinayah : yaitu thalaq yang diucapkan dengan kata-kata yang tidak jelas dan membutuhkan niat seperti : Zaid berkata kepada Zainab, pulanglah kamu ke rumah orang tuamu. Kalau Zaid dalam mengucapkannya tidak ada niat untuk bercerai maka tidak apa-apa, tapi kalau Zaid dalam mengucapkan ada niat cerai, maka akan menjadi thalaq satu.
2.     Sorikh : yaitu thalaq yang diucapkan dengan jelas dengan memakai kata thalak atau cerai dalam semua keadaan.
3.     Thalak dalam keseluruhan dibagi menjadi 3 hal :
-       Thalak satu : Yaitu thalak yang diucapkan dengan jelas atau tidak jelas dengan satu kali ucapan dan dalam satu majlis.
-       Thalak dua : yaitu thalak yang diucapkan dengan jelas atau tidak jelas dengan dua kali ucapan dan dalam satu majlis contohnya : Zaid mengucapkan kepada istrinya Zainab : aku thalak (cerai) kamu 1 dan 1 atau aku thalak (cerai) kamu 2 kali, maka terjadi thalak 2.
-       Thalak bain atau 3 : yaitu thalak yang dicapkan 3 kali berturut-turut dan dengan jelas didalam satu majlis. Seperti : Zaid mengucapkan kepada istrinya Zainab : aku thalak (cerai) kamu tiga kali atau aku thalak (cerai) kamu 1 + 1 + 1 . Maka akan terjadi thalak 3.
4.     Thalak 1 dan 2 maka bagi suami bisa kembali ke istrinya dengan menyebutkan: Aku kembali kepada kamu atau aku ruju’ kepada kamu. Tapi dengan syarat tidak melebihi massa iddah, yaitu; kalau dalam posisi hamil maka iddahnya sampai ia melahirkan bayi tersebut, kalau tidak hamil maka iddahnya 3 bulan, kalau melebihi iddahnya, maka bagi yang thalak ruji’i (1 + 2) harus memperbarui akad nikahnya.
5.     Thalak bain / 3 : Bagi yang melakukannya maka tidak boleh menyetubuhi istrinya karena dia bukan istrinya lagi, kalau dia (suami) ingin kembali kepada istrinya lagi maka harus melakukan syarat-syarat tertentu, yaitu:
a.     Selesainya massa iddah yaitu selama 3 bulan
b.     Harus menikah dengan orang lain (bagi istrinya)
c.     Harus suami yang ke-2 harus menyetubuhi (memasukkan dzakar ke farji)
d.     Suami ke-2 menthalak istrinya
e.     Selesainya iddah yang ke-2 yaitu 3 bulan. Maka baru boleh menikahi istrinya yang dulu


6.     Iddah bagi perempuan yang ditinggal mati suaminya maka iddahnya : kalau dia hamil sampai lahirnya si bayi, kalau dia tidak hamil, maka iddahnya 3 bulan 10 hari.