.Bismillah

.Bismillah

Selasa, 24 September 2013

Seorang Muslim Yang Baik



Ditulis Oleh: Al Habib Munzir Almusawa
Sunday, 21 August 2011




قَالَ رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : 
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِه، وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
(صحيح البخاري)
Sabda Rasulullah saw : “Orang muslim yang baik adalah yang muslim lainnya aman dari ganguan ucapannya dan tangannya, dan orang yang Hijrah (tergolong kelompok Muhajirin) adalah yang meninggalkan apa apa yang dilarang Allah" ((Shahih Bukhari).


بسم الله الرحمن الرحيم حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

اَلْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ ، وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَاجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ (صحيح البخاري)


Hadits ini memiliki makna yang sangat luas, diantaranya bahwa seorang muslim yang sejati adalah muslim yang mana orang-orang muslim lainnya selamat dari perbuatan lidah dan tangannya. Dimana kejahatan lidah (mulut) tidak hanya terbatas dengan umpatan atau cacian, namun kejahatan lidah bisa juga dengan mengadudomba, memfitnah dan lainnya. Begitu pula kejahatan tangan tidaklah hanya terbatas dengan pukulan namun bisa juga disebabkan karena jabatan, kekuasaan, kekuatan, atau harta. Maka seorang muslim yang baik adalah seorang muslim yang ketika orang muslim lainnya selamat dari perbuatan (kejahatan) lidah dan tangannya, ia tidak mencelakai muslim yang lain dengan lidah atau tangannya. Akan tetapi makna yang lebih agung dari hadits ini, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh guru mulia Al Musnid Al Habib Umar bin Muhammad bin Hafizh, bahwa seorang muslim yang baik adalah ketika orang muslim yang lain selamat karena lidah dan tangannya. Mungkin lidahnya (ucapan) yang berupa nasihat membuat orang lain selamat dari perbuatan jahat atau semisalnya , mungkin tangannya (perbuatannya) membuat orang lain selamat dari kejahatan atau musibah, seperti contoh ketika seseorang melihat orang faqir yang kesusahan kemudian ia mengumpulkan dana dari teman-temanya untuk membantu orang tersebut karena khawatir jika ia dibantu oleh orang lain yang memiliki kekuasaan atau kekuatan ia akan menghamba kepada orang yang membantu tersebut. Maka seorang muslim yang seperti ini adalah muslim yang sejati dimana telah menyelamatkan muslim lainnya dengan ucapan dan perbuatannya. Dan tidak ada yang lebih selamat di dunia dan di akhirah lebih dari sang pembawa keselamatan, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan tidak satu pun makhluk yang dicipta Allah di segala penjuru barat dan timur dari golongan malaikat, jin atau manusia akan selamat jika bukan karena makhluk yang dicipta Allah yang mendapatkan bagian dari rahmat Allah, dan rahmat itu adalah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala :

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
(الأنبياء : 107 )
“Dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam”. (QS.Al Anbiyaa: 107)


Oleh karena itu berpeganglah erat pada rahmat itu, rangkullah keindahan cinta kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Semakin kita dekat kepada Allah subhanahu wata’ala dengan kedekatan yang sebenarnya, maka kita pun akan semakin dekat dan cinta kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan seluruh makhluk di alam semesta ini tunduk kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan izin Allah subhanahu wata’ala. Dahulu di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam, suatu ketika seorang baduwi lewat dihadapan Rasulullah kemudian beliau bertanya: “wahai fulan, hendak kemanakah engkau?” dia menjawab : “pergi untuk bersilaturrahmi ke rumah si fulan”, maka Rasulullah shallallalhu ‘alaihi wasallam berkata: “Maukah engkau kuberi sesuatu yang lebih berharga daripada hal itu?”, orang baduwi itu berkata : “apa itu?”, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهَ وَإِنِّي مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ الله
“Engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku adalah Muhammad utusan Allah”


Kemudian orang baduwi itu bertanya : “apa yang akan aku dapatkan jika aku mengucapkannya, dan apa yang bisa membuktikan bahwa kalimat itu benar?”, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “lihatlah pohon yang sangat besar itu, hampirilah pohon itu dan katakan padanya : “wahai pohon! Engkau dipanggil oleh Muhammad”. Orang baduwi itu pun merasa ragu untuk menjalankan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam karena dia menganggap hal yang mustahil terjadi, namun akhirnya ia melaksanakannya dan berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:“Aku akan panggil pohon itu, namun jika pohon itu tidak mengikuti perintahmu maka akan kutebas lehermu”, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “baik, lakukanlah”. Maka orang baduwi itu berjalan menuju pohon besar itu, dan ketika samapi didepan pohon itu ia berkata : “wahai pohon! engkau dipanggil oleh Muhammad”, maka dalam sekejap pohon itu pun mulai menarik akar-akarnya sehingga seluruh akarnya keluar dari dalam bumi lalu berjalan menuju kehadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan pohon itu berkata :

السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
“Salam sejahtera atasmu wahai nabi serta rahmat dan keberkahan-Nya”

Melihat kejadian tersebut, orang baduwi itu terpaku antara sadar dan tidak karena telah melihat pohon yang sangat besar menyeret akar-akarnaya dari dalam bumi kemudian berjalan menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu mengucapkan salam kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka orang baduwi itu hendak menguji Rasulullah lagi dengan meminta beliau shallallahu ‘alaihi wasallam agar memerintah pohon itu untuk kembali pada tempatnya, si baduwi itu mengira jika beliau shallallahu ‘alaihi wasallam hanya mampu memanggilnya saja, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memenuhi permintaan baduwi itu dan berkata : “wahai pohon! kembalilah engkau ke tempatmu!”, maka pohon itu pun menyeret semua akar-akarnya dan kembali ke tempatnya, seakan telah dibantu oleh bumi untuk kembali ke tempat asalnya. Kemudian orang baduwi itu berkata :

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهَ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
“Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah”

Hal yang seperti adalah hal yang sangat mudah bagi sang nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana dalam peperangan Uhud ketika ada seorang sahabat yang terpotong tangannya oleh kaum musyrikin, maka ia datang kepada Rasulullah dengan membawa potongan tangannya dan berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “wahai Rasulullah tanganku terpotong oleh kaum musyrikin”, maka Rasulullah pun mengambil potongan tangan sahabat tersebut kemudian mengembalikannya pada semula sehingga sahabat tersebut dapat kembali berperang. Suatu waktu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi salah seorang sahabat yang berusia 40 tahun, lalu ia berkata : “wahai Rasulullah, doakanlah wajahku”, lantas Rasulullah mengusap wajahnya dan berkata: “Ya Allah perindahlah wajahnya”, akhirnya sahabat itu wafat dalam usia 80 tahun namun wajahnya seperti wajah anak berusia 15 tahun, hal-hal yang seperti itu merupakan mu’jizat sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.


Dahulu sayyidina Hassan bin Tsabit sering memuji nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan syair-syairnya dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah marah atas pujian-pujian tersebut. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam marah dan tidak menyukai pujian-pujian yang diucapkan oleh orang-orang munafik, sehingga di zaman sekarang hal ini digunakan sebagai dasar bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak suka dipuji, padahal hal itu adalah dalil bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak suka dipuji oleh orang munafik, mengapa? karena mereka (orang-orang munafik) hanya sekedar suka memuji beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tanpa mengikuti beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, dimana ketika ada peperangan mereka para kaum munafik tidak mau ikut serta dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan pengikutnya, bahkan mereka para kaum munafik menginginkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat dalam peperangan tersebut sehingga tidak kembali lagi, dan mereka memuji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hanyalah agar aman dan selamat dari pedang sayyidina Umar bin Khattab dan para pembesar kaum muslimin yang lainnya, maka hal itulah yang tidak disukai oleh Rasulullah karena pujian dan cinta mereka tidaklah sebenarnya.


Terdapat dalam riwayat Shahih Al Bukhari, ketika sayyidina Hassan bin Tsabit membaca qasidah/nasyidah didepan kubah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di masjid An Nabawi, maka ketika itu datanglah sayyidina Umar bin Khattab RA dan berkata : “wahai Hassan bin Tsabit, tidak adakah tempat lain untuk engkau membaca qasidah selain di tempat ini?”, maka sayyidina Hassan berkata: “Dahulu aku telah membaca qasidah di tempat ini dan ketika itu ada orang yang lebih mulia daripada engkau (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mendoakanku dengan berkata :“semoga Allah subhanahu wata’ala menjaga bibirmu”, yang disaat itu ada Abu Hurairah ada bersama mereka ditanya oleh sayyidina Umar bin Khattab Ra : “Benarkah demikian wahai Abu Hurairah?” , maka Abu Hurairah menjawab dan membenarkan hal itu.
Dan setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat pun masih banyak orang yang membaca qasidah di makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hingga abad ke-18 ini, jangankan membaca qasidah di makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menghadap ke makam beliau pun dilarang.


Dahulu di masa seorang penyair hebat dan sangat terkenal yaitu syaikh Farazdaq dimana beliau selalu asyik memuji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau mempunyai kebiasaan melakukan ibadah haji setiap tahunnya. Suatu waktu ketika beliau melakukan ibadah haji kemudian datang berziarah ke makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan membaca qasidah di makam beliau shallallahu ‘alaihi wasallam,dan ketika itu ada seseorang yang mendengarkan qasidah pujian yang dilantunkannya, setelah selesai membaca qasidah orang itu menemui syaikh Farazdaq dan mengajak beliau untuk makan siang ke rumahnya, beliau pun menerima ajakan orang tersebut dan setelah berjalan jauh hingga keluar dari Madinah Al Munawwarah hingga sampai di rumah orang tersebut, sesampainya di dalam rumah orang tersebut memegangi syaikh Farazdaq dan berkata: “sungguh aku sangat membenci orang-orang yang memuji-muji Muhammad, dan kubawa engkau kesini untuk kugunting lidahmu”, maka orang itu menarik lidah beliau lalu mengguntingnya dan berkata : “ambillah potongan lidahmu ini, dan pergilah untuk kembali memuji Muhammad”, maka Farazdaq pun menangis karena rasa sakit dan juga sedih tidak bisa lagi membaca syair untuk sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian beliau datang ke makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berdoa : “Ya Allah jika shahib makam ini tidak suka atas pujian-pujian yang aku lantunkan untuknya, maka biarkan aku tidak lagi bisa berbicara seumur hidupku, karena aku tidak butuh kepada lidah ini kecuali hanya untuk memuji-Mu dan memuji nabi-Mu, namun jika Engkau dan nabi-Mu ridha maka kembalikanlah lidahku ini ke mulutku seperti semula”, beliau terus menangis hingga tertidur dan bermimpi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang berkata : “aku senang mendengar pujian-pujianmu, berikanlah potongan lidahmu”, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengambil potongan lidah itu dan mengembalikannya pada posisinya semula, dan ketika syaikh Farazdaq terbangun dari tidurnya beliau mendapati lidahnya telah kembali seperti semula, maka beliaupun bertambah dahsyat memuji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hingga di tahun selanjutnya beliau datang lagi menziarahi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kembali membaca pujian-pujian untuk Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, dan di saat itu datanglah seorang yang masih muda dan gagah serta berwajah cerah menemui beliau dan mengajak beliau untuk makan siang di rumahnya, beliau teringat kejadian tahun yang lalu namun beliau tetap menerima ajakan tersebut sehingga beliau dibawa ke rumah anak muda itu, dan sesampainya di rumah anak muda itu beliau dapati rumah itu adalah rumah yang dulu beliau datangi lalu lidah beliau dipotong, anak muda itu pun meminta beliau untuk masuk yang akhirnya beliau pun masuk ke dalam rumah itu hingga mendapati sebuah kurungan besar terbuat dari besi dan di dalamnya ada kera yang sangat besar dan terlihat sangat beringas, maka anak muda itu berkata : “engkau lihat kera besar yang di dalam kandang itu, dia adalah ayahku yang dulu telah menggunting lidahmu, maka keesokan harinya Allah merubahnya menjadi seekor kera”. Dan hal yang seperti ini telah terjadi pada ummat terdahulu, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala :


فَلَمَّا عَتَوْا عَنْ مَا نُهُوا عَنْهُ قُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ
( الأعراف :166 )
“Maka setelah mereka bersikap sombong terhadap segala apa yang dilarang, Kami katakan kepada : “mereka jadilah kalian kera yang hina”. ( QS. Al A’raf : 166 ).


Kemudian anak muda itu berkata: “jika ayahku tidak bisa sembuh maka lebih baik Allah matikan saja”,maka syaikh Farazdaq berkata : “Ya Allah aku telah memaafkan orang itu dan tidak ada lagi dendam dan rasa benci kepadanya”, dan seketika itu pun Allah subhanahu wata’ala mematikan kera itu dan mengembalikannya pada wujud yang semula.


Dari kejadian ini jelaslah bahwa sungguh Allah subhanahu wata’ala mencintai orang-orang yang suka memuji nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, karena pujian kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam disebabkan oleh cinta dan banyak memuji kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berarti pula banyak mencintai beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan semakin banyak orang yang berdzikir, bershalawat dan memuji nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalla, maka Allah akan semakin menjauhkan kita, wilayah kita dan wilayah-wilayah sekitar dari musibah dan digantikan dengan curahan rahmat dan anugerah dari Allah subhanahu wata’ala.

وصلى الله على سيدنا محمد وآله وصحبه وسلم وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين



Tidak ada komentar:

Posting Komentar