اذا مالأمير بباب الفقير # فنعم الأمير و نعم الفقير
اذا مالفقير بباب الأمير # فبئس الفقير و بئس الأمير
Letak
kemuliaan seseorang bukanlah pada harta ataupun jabatan sebagaimana sebagian
manusia senantiasa menjadikan keduanya sebagai barometer. Namun sesungguhnya
kemulian seseorang terletak pada pada hatinya! Apapun keadaan orang tersebut,
baik kaya atau miskin, punya jabatan atau tidak, tak menjadi sebab bagi kita
dalam memuliakan dirinya.
Rasulullah
menegaskan dalam hadisnya, Bukanlah disebut saudagar bagi orang yang mempunyai
harta banyak. Tetapi saudagar adalah orang yang berhati dan berjiwa lapang dan
dipenuhi izzah (kemuliaan).
Si
kaya akan menjadi mulia apabila senantiasa menghormati si miskin serta
menyantuni mereka sebelum mereka memintanya. Sebaliknya, si miskin menjadi
mulia apabila tangannya terasa berat untuk meminta kepada orang lain.
Al
Imam Alwi bin Faqihil Muqoddam dalam syair di atas mengatakan, Apabila kau
menemui saudagar atau pejabat di depan pintu si miskin, maka merekalah paling
mulianya saudagar atau pejabat. Begitu pula si miskin adalah paling mulianya
orang miskin. Karena hal ini menunjukkan bahwa para saudagar tak lupa untuk
menyantuni si miskin dan si miskin pun mempunyai izzah hingga merasa malu untuk
datang meminta ke rumah si kaya.
Beliau
melanjutkan tuturannya, Apabila kau menemui si miskin di pintu-pintu si kaya,
saudagar atau pejabat, maka merekalah seburuk-buruknya orang kaya dan orang
miskin. Karena hal ini menunjukkan bahwa para saudagar telah lalai dalam
memperhatikan kebutuhan wong cilik (tafaqqud ahwalil masakin) dan si miskin pun
tak mempunyai izzah dan perasaan malu untuk meminta.
Namun
orang di zaman sekarang sudah terbalik. Telah menjadi sebuah aib bagi si kaya
untuk mendatangi rumah si miskin dan justru menjadi kebanggaan apabila rumahnya
disesaki para fuqoro. Merekapun merasa enggan untuk menghadiri undangan si
miskin dan merasa risih jika undangannya dihadiri oleh si miskin. Begitu pula
si miskin telah menjadikan meminta-minta di jalanan sebagai profesi tanpa ada
rasa malu sedikitpun.
Alhasil,
apa yang diungkapkan oleh Sayyidina Alwi tersebut singkat tapi betul-betul menjadi
suatu ukuran/kaidah tentang mulia tidaknya suatu masyarakat/golongan. Semoga
kita termasuk golongan orang-orang mulia tersebut di dunia dan akherat. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar