.Bismillah

.Bismillah

Minggu, 28 Desember 2014

Nabi Muhammad SAW Menjadi Rahmat Bagi Orang Mukmin dan Orang Kafir


Langit ikut turun tangan untuk menjatuhkan hukuman atas orang-orang kafir, hingga datangnya Karasulan Muhamad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam yang dapat menghentikan hukuman dari langit itu bagi orang-orang kafir di dunia ini. Hal itu disebabkan dua faktor:
Pertama, karena Nabi Muhamad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam diutus membawa rahmat kasih sayang bagi umat manusia di dunia ini mencakup orang mukmin dan orang kafir. Rahmat yang merupakan anugerah bagi setiap orang yang mempunyai hak pilih di dunia itu membuka kesempatan bagi semua orang untuk bertobat sampai detik-detik penghabisan dalam hidupnya.
Allah SWT Maha Menerima tobat dari seluruh hamba-Nya, selagi kehidupan mereka masih ada di bumi, hingga terbitnya matahari dari tempat terbenamnya sebagai tanda datangnya kiamat, atau hingga menjelang sakaratul-maut. Itu adalah suatu rahmat yang dianugerahkan kepada setiap manusia dari penghulu umat manusia junjungan kita Nabi Muhamad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam.
Kedua, karena Allah SWT hendak memberikan kepercayaan kepada umat Nabi Muhamad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam untuk mengemban tugas menyampaikan misi dan memberikan pelajaran kepada orang-orang kafir, sesuai dengan firman Allah SWT:

 كنتم خير أمة أخرجت للناس تأمرون بالمعروف وتنهون عن المنكر وتؤمنون بالله

{Kamu adalah sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk seluruh manusia, kamu mengajak ke arah kebaikan dan mecegah dari kemungkaran, dan kamu beriman kepada Allah). Qs Ali Imran : 110
Jika kita berbicara tentang keburukan dan kesengsaraan yang ada di alam raya ini, maka ada baiknya kita berbicara tentang dunia modern saat ini, sebab keburukan dan kesengsaraan di dunia saat ini telah melampaui segala zaman. Maka, apa penyebab yang tersembunyi di balik kesengsaraan itu?
Sebab-sebab timbulnya kesengsaraan itu hanya terbatas pada perbuatan manusia sendiri. Manusia telah meninggalkan aturan dan ketentuan hukum Allah, mereka mulai membuat aturan-aturan sendiri dengan istilah “Undang-undang hukum positif yang merupakan hukum perundang-undangan yang mendominasi negara-negara di dunia saat ini sebagai pengganti dari aturan dan ketentuan hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT untuk mengatur alam raya. Itulah sebab yang tersembunyi di balik kesengsaraan yang mendera seluruh dunia, kendatipun di bidang materiil dan sains mengalami kemajuan yang luar biasa.
Kita harus sadari bahwa akal pikiran manusia sangat terbatas betapapun tingginya kecerdasan dan ilmu yang dimilikinya. Memang akal pikiran manusia tahu tentang beberapa hal, namun demikian ia tetap tidak dapat menjangkau banyak hal. la tidak sanggup menampung seluruh persoalan, oleh karenanya kita dapati setiap undang-undang hukum positif baru saja berjalan beberapa tahun tiba-tiba perlu direvisi, disebabkan banyaknya kekosongan dan ketimpangan yang bermunculan satu persatu. Hal itu sebagai bukti nyata bahwa akal pikiran manusia adalah pendek dan terbatas, tidak layak untuk membuat undang-undang bagi kehidupan manusia.
Belum ada seorangpun yang sadar akan keka­cauan hukum perundang-undangan di dunia ini serta kekosongan yang masih mewarnainya, untuk selanjutnya bertanya kepada dirinya, mengapa kita tidak menerapkan hukum Allah, Tuhan Yang Maha mengetahui segala sesuatu? Yang menciptakan manusia dan mengetahui apa saja yang dapat memperbaiki keadaannya. Pencipta sesuatu adalah orang yang paling layak menetapkan undang-undang perawatannya. Kita dalam kehidupan sehari-hari jika ingin memperbaiki suatu mesin misalnya, maka kita bisa pergi ke pembuatnya langsung, atau pergi melihat katalognya yang di dalamnya oleh pembuatnya dije­laskan aturan tentang cara-cara perawatannya, atau pergi ke teknisi yang telah dilatih dan dibekali oleh pembuatnya dengan petunjuk-petunjuk tentang ca­ra-cara mereparasinya.
Kita enggan mengikuti dan menerapkan sis­tem hukum Allah sama seperti halnya ketika kita menerapkan prinsip yang kita jalankan dalam kehidupan duniawi, yakni dengan mengembalikan produk kepada pembuatnya dengan mengambil dan padanya undang-undang perawatannya yang telah ia tetapkannya dan ia Intruksikan kepada kita untuk kita jalani. Inilah sebab pertama yang membuat kita terperangkap dalam keburukan dan kesengsaraan di dunia ini.
Sebagian negara di dunia yang mengalami ke­gagalan dalam pembuatan undang-undang yang mengatur urusannya sendiri kini mulai meninjau kembali hukum perundang-undangan yang telah dibuat. Para penyelenggara negara-negara itu sebelumnya merevisi hukum Allah dan menghapuskan hukuman mati, kemudian mereka berteriak akibat melonjaknya angka kriminalitas pembunuhan di tengah-tengah masyarakat, maka tidak ada jalan lain di benak mereka kecuali rujuk kembali kepada sistem hukum Tuhan yang memutuskan hukuman mati bagi si pembunuh.
Selanjutnya mengenai perceraian, Allah SWT membolehkan perceraian (talak) dalam firman-Nya:

الطلاق مرتان فإمساك بمعروف أو تسريح بإحسان

  [Talak (yang dapat dirujuki) ada dua kali. Setelah itu boleh rujuk kembali dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik). Qs Al-Baqarah: 229
Itulah ketetapan Tuhan. Tetapi lalu gereja Katolik menghapuskan perceraian (talak) dengan mengatakan bahwa perkawinan haruslah bersifat kekal tanpa ada perceraian. Itulah ketetapan hukum duniawi. Apakah lantaran itu urusan mereka menjadi stabil? Sama sekali tidak. Muncullah berbagai kesulitan, kemalangan, kesengsaraan rumah tangga dan lain-lain, sehingga akhirnya gereja terpaksa membolehkan talak cerai. Kembalilah mereka kepada aturan hukum Tuhan itu bukan disebabkan keimanan mereka terhadap Islam, tetapi hal itu mereka lakukan karena kondisi yang memaksa, sebab kehidupan mereka tidak mungkin bisa stabil tanpa itu.
Ada beberapa problem yang timbul antara suami dan istri di mana talak merupakan cara paling aman dan pilihan paling tepat dari pada melanjutkan kehidupan rumah tangga. Maka, dengan diumumkannya pembolehan talak oleh gereja Katolik, dengan serta merta di Roma terjadi gugatan talak sebanynk 20.000 kasus hanya dalam waktu sehari.
Mengenai penyusuan, Allah SWT menetapkan ketentuannya dalam firman-Nya:

والولدات يرضعن أولادهن حولين كاملين لمن أرد أن يتم الرضاعة

(Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin penyusuan). Qs Al-Baqarah: 233
Kemudian   muncul  di  dunia   barat, orang yang mengklaim bahwa penyusuan buatan lebih baik dan lebih efektif bagi bayi. Maka dibukalah lerusahaan-perusahaan   susu   untuk anak-anak untuk memproklamirkan secara palsu bahwa hasil produknya telah memenuhi berbagai vitamin dan zat-zat penguat bagi bayi yang tidak terdapat pada Air Susu Ibu (ASI). Kemudian bermunculan sesudah itu anak-anak yang tidak menyusu dari Air Susu Ibunya selama dua tahun sempurna, tumbuh dalam kondisi terjangkit penyakit jiwa dan saraf yang mematikan. Muncul pula anak-anak yang kehilangan rasa kasih sayang ibu maupun rasa menginduk kepada keluarga sebagai anak-anak nakal kepada orang tuanya. Sebagaimana tumbuh di sana sini berbagai penyakit psikis yang menyebabkan hilangnya generasi secara keselur uhan, setelah tercampak dalam kubangan narkoba dan lain-lain. muncullah keluahan di mana-mana akibat kenakalan anak-anak kepada orang tuanya.
Mereka yang menuntut dikesampingkannya penyusuan alami kemarin, secara tiba-tiba mereka pula yang menuntut kembali kepada penyusuan secara alami hari ini. Maka melalui berbagai seminar yang diselenggarakan untuk membahas manfaat penyusuan secara alami, mereka menyerukan keha­rusan penyusuan alami dalam rangka melindungi bayi agar dapat tumbuh dalam kondisi sehat kejiwaan.
Sungguh mengherankan, kita yang hidup di dunia Islam lagi-lagi mengekor kepada barat untuk ikut kembali kepada penyusuan secara alami selama dua tahun sempurna tanpa menyadari atau teringat sendiri bahwa hal itu merupakan perintah Tuhan dalam Al-Quran yang membekali kita aturan yang aman untuk mendidik anak-anak. Tetapi kita yang seharusnya menerapkan aturan itu, justru mengekor kepada barat dalam berorientasi pada penyusuan dari selain Air Susu ibu, sehingga kita kehilangan generasi yang akibatnya kita mengeluh. Kita tidak sadari bahwa pelanggaran terhadap aturan dan ketentuan Tuhan merupakan faktor hilangnya generasi kita itu.
Marilah kita lanjutkan dengan mengemukakan puluhan contoh tentang keburukan dan kemalangan yang mendera kehidupan manusia akibat menyalahi aturan hukum Tuhan. Mereka beranggapan bahwa hukuman potong tangan pencuri merupakan ke­biadaban. Mereka lupa bahwa hukuman dalam Islam dimaksudkan untuk mencegah terjadinya tindak kejahatan dan memberikan efek jera bagi pelaku tindak kejahatan. Kalau seseorang yang hendak mencuri tahu bahwa tangannya akan dipotong, niscaya ia tidak akan berani melakukan pencurian. Karena tidak diterapkannya ketentuan Tuhan ter­sebut, maka tindak kejahatan dan komplotan pencurian merajalela di dunia yang mengancam ketenangan masyarakat dengan tindakan kekerasan yang mencederai ratusan manusia setiap hari, bahkan menewaskan jiwa yang tidak sedikit.
Seandainya kita menjalankan aturan hukum Tu­han dengan menerapkan hukuman potong tangan bagi pencuri, niscaya akan berkurang angka kejahatan pencurian di dunia ini atau bahkan tidak ada sama sekali, tetapi dengan menjalankan hukum buatan manusia, justru membuat umat manusia semakin sengsara dan menambah keterpurukan dunia tanpa dapat mencapai sesuatu.
Kesengsaraan itu akan terus berlangsung mana­kala masih terjadi pelanggaran terhadap sistem hukum Tuhan. Allah SWT dengan ilmu-Nya yang tidak berkesudahan, bagi-Nya tidak ada sesuatu yang tidak jelas, karena Dia-lah Pencipta jiwa manusia. Dia­lah pula sebaik-baik pembuat hukum perundang-undangan untuk mengatur dan memperbaiki hal ihwal manusia serta mengarahkan kehidupannya menjadi lurus.
Dunia seluruhnya berputar dan berotasi, penuh dengan keburukan dan kesengsaraan, lalu tidak menemukan jalan keluar untuk menyelesaikan ber­bagai persoalannya kecuali dengan rujuk kembali kepada ketentuan hukum Allah, baik didorong oleh semangat keimanan ataupun karena keterpaksaan.
Di penghujung Bab ini kami ingin memaparkan dua point penting;
Pertama : Banyakorangyangmembicarakantentang ketidakadilan dalam pembagian kekayaan bumi, artinya ada sebagian bangsa yang berkecukupan dalam kepemilikan kekayaan dan bahkan berlebihan di satu sisi, sementera di sisi lain terdapat bangsa yang tidak mendapatkan kekayaan untuk mencukupi kebutuhannya.
Kedua: Manusia menilai suatu kebaikan hanya dari segi harta kekayaan saja. Jadi, siapa yang dikaruniai Allah rezeki, ia berkeyakinan bahwa hal itu merupakan suatu tanda keridhaan dari-Nya, dan orang yang tidak memperoleh rezeki, ia menganggap hal itu sebagai tanda murka Allah kepadanya.
Demikian itu adalah paradigma yang keliru. Sesungguhnya Allah SWT telah menyediakan di alam raya ini segala yang mencukupi kebutuhan seluruh mahluk-Nya sampai hari kiamat. Dia menguji manusia melalui harta kekayaan. Karena itu, harta bisa menjadi bencana, bisa membuat Allah tidak ridha dan bisa menjadi penyebab kekalnya seseorang dalam kekafiran (Semoga Allah melindungi kita dari kekafiran).
Allah memberi seseorang harta kekayaan, bisa jadi agar supaya orang itu merasa tidak mem­butuhkannya, atau agar supaya ia tidak lagi mengangkat tangannya ke langit seraya memanggil “Ya Tuhanku”, atau agar supaya ia keluar dari dunia ini dalam keadaan tidak membawa kebaikan sedikitpun yang akan menolong dirinya di akhirat kelak.
Sumber : Terj. Al Khoir wa Syar
karya As-Syeikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi

Rabu, 24 Desember 2014

Kullu Syai’ Lahu Khoyr, Semua Pasti Ada Kebaikan Didalamnya

Diceritakan ada seorang raja yang suka berburu dan dia biasa berburu bersama temannya yang mana temannya ini orang yang selalu husnuddzon atau berbaik sangka. Segala hal apa pun yang terjadi dia selalu bilang “kullu syai’ lahu khoyr” semua pasti ada kebaikan di dalam nya.
Kemudian suatu hari mereka berdua berburu ke hutan seperti biasa. Kemudian sang raja melihat binatang buruan lalu raja mau menembaknya, setelah di bidik dan di tembak, tiba-tiba jari telunjuk raja terpotong depannya akibat tembakan tersebut. Si teman yang baik hati pun berkata, “Tidak apa-apa semua pasti baik semua pasti ada hikmahnya.”
Setelah mendengar kata-kata itu sang raja pun langsung marah-marah dan teriak, “Apanya yang baik jariku telah terpotong!”
Lalu karena marahnya sang raja pun memenjarakan si teman yang baik tersebut…
Raja pun melaksanakan aktivitas kesehariannya dan si teman meringkuk di dalam penjara. Sampai beberapa bulan telah berlalu, raja pun berburu lagi tapi tidak di sertai teman,Raja pun masuk ke tengah hutan untuk berburu dan sesampainya di sana tiba-tiba raja bertemu dengan kelompok kanibal.
Maka disergaplah sang raja dan di tangkap untuk di santap. Para kanibal menyiapkan bahan-bahan dan rempah-rempah untuk membuat sup raja, sup manusia. Setelah semua sudah siap mereka pun berdoa agar tidak keracunan makanan karena meraka itu juga takut dengan racun.
Di antara adat mereka tidak mau memakan makanan yang tidak sempurna. sebelum makan mereka memeriksa terlebih dahulu dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tiba-tiba mereka terkejut ternyata manusia yang mau di makan ini tidak sempurna karena ada bagian tubuhnya yang hilang, yaitu ujung jari telunjuk yang terpotong.
Lalu merekapun mengurungkan niat untuk memakannya. Mereka melepaskan sang raja yang diburu, dan sang raja bersyukur kepada Allah dan berkata, “Alhamdulillah, puji sang raja, berkat jari yg potong ini badanku tidak di potong-potong dan di makan..
Lalu raja pun tersadar akan kata-kata temannya, “KULLU SYAI’ LAHU KHOYR” semuanya pasti ad kebaikan didalam takdir allah dan mengandung hikmah.
Sang raja pun bergegas langsung menuju penjara untuk minta maaf dan berterima kasih kepada temannya. Sampai di penjara raja pun bertemu temannya lalu minta maaf dan bersyukur, kemudian si teman pun jadi heran dan bingung bertanya kepada sang raja, “Ada apa dengan mu wahai raja, pulang dari berburu langsung menemuiku dan melepaskanku juga meminta maaf kepada ku?”
Kemudian raja pun menceritakn kisah perburuannya kemudian temannya pun berkata: “Wahai raja sesungguhnya saya di dalam penjara pun ada baiknya karena seandainya waktu dulu raja tidak marah memenjarakan saya, kita pasti akan berburu bersama kemudian tertangkap maka saya lah yang akan di makan karena badan saya masih utuh. Jadi saya juga berterima kasih karena raja telah memenjarakan saya.”
Iapun tersenyum dan berkata :

“KULLU SYAI’ LAHU KHOYR”
Inilah sedikit kisah mudah-mudahan ada hikmahnya. Dan ingatlah wahai kawan berbaik sangkalah sebab dengan berbaik sangka tidak ada ruginya.
Terutamah berbaik sangka pada Allah karena semua pasti ada hikmanya yang tersembunyi..
Mari kita biasakan ketika terjadi sesuatu :
“KULLU SYAI’ LAHU KHOYR”
Mudah mudahan kita di beri hidayah sehingga bisa bersifat husnudhon….
Amieeeen…….
Amieeeen…….


Kehidupan Dunia Hanyalah Panggung Sandiwara

Allahuma sholi wa salim ala sayyidina muhammad wa ala ali sayyidina muhammad saw.
Ketahuilah oleh kita bahwa kehidupan dunia ini hanyalah panggung sandiwara, Allah berfirman didalam alquran: Allah swt memberitahu, mengatakan kepada setiap manusia yang muslim & yang non muslim, bahwa dunia dan semua isinya Allah swt yang menciptakan nya dan Allah menciptakan dunia untuk berkhitmat kepada manusia dan manusia diciptakan oleh Allah swt untuk berkhitmat kepada Allah swt. Lalu Allah berfirman lagi : Sesungguh nya hidup di dunia ini hanyalah sebuah permainan, membuat engkau lupa akan akherat, hari pembalasan, yang halal & haram akan di hisab oleh Allah swt, dunia adlah perhiasan bagi mereka orang orang kafir.

Sedangkan untuk orang orang muslim, dunia adalah tempat mereka untuk mendekat dengan Allah, untuk menuju tempat yang abadi di sisi Allah, yaitu alam akherat. Habib Abdulah bin Alwi Alhaddad beliau mengatakan “Kehidupan di dunia ini bukan tempat yang kekal, hanya sebuah perjalanan menuju tanah air kita dan kita transit sebentar sebelum kita menuju tujuan hidup kita yaitu Allah swt, dan celakalah untuk mereka orang orang yang tidak bertakwa kepada Allah”.
Kita hidup di dunia ini di beri modal oleh Allah yaitu umur, maka janganlah kita menyia nyiakan modal yang Allah kasih hanya untuk menyibukan diri dengan dunia dan isi nya. Berbangga bangga dengan dunia dan isinya, atas harta, jabatan. Dikatakan didalam Alqur’an yaitu: Mereka memperbanyak harta & keturunan, mereka terkagum kagum dengan kehidupan dunia ini, sebagaimna tanaman yang dituruni hujan dan mereka senang melihat tanaman mereka yang hijau, subur, bagus, sampai akhirnya Allah mengeringkan tanaman mereka, pada saat itulah mereka sadar kalau dunia itu hanyalah tipu daya. Sementara akherat adalah siksaan untuk orang orang yang kufur, dan pengampunan untuk orang orang yang beriman kepada Allah swt.
Nabi Muhammad saw berkata “Orang yang cerdas adalah orang yang dapat menahan hawa nafsu nya, dan dia beramal di dunia untuk menuju khidupan yang kekal di akherat nanti, hidup selama lamanya”, di katakan bagi orang orang penghuni surga bahwa Allah tidak akan pernah mati, dan penduduk surga pun tidak akan pernah mati. Seperti malam ini kita hadir di majelis ini, kita tinggal kan nafsu nafsu dunia untuk nonton tv, tidur dirumah, berkumpul dengan teman, tetapi kita memilih untuk hadir disini, padahal besok kita harus kerja, sekolah. Tapi ketika orang lain saat ini sedang mengingat dunia dan kita pun mengingat Allah swt.
Mereka orang orang soleh tidak pernah merasa bangga atas amalan amalan mereka, malah mereka merasa kurang atas segala amalan mereka padahal banyak amalan amalan yang mereka lakukan. Adapula manusia yang merasa bangga atas amalan amalan mereka yang menurut mereka banyak padahal amat sedikit. Dan adapula manusia yang merasa dikit dengan amalan mereka karena memang sedikit kenyataan nya. Tapi mereka berusaha untuk memperbanyak amalan mereka. Orang orang soleh mereka lebih memperhatikan Qobulul akmal mereka dari pada banyak nya amalan mereka.
Seperti syech Umar Muhdor bin Abdurahman Assegaf beliau berkata “Apabila aku mengetahui, yakin bahwasanya Allah menerima amalan ku hanya dengan satu tasbih “subhanaallah” dan itu dapat memenuhi timbangan amal ku maka akan aku jamu semua orang tarim selama 8 hari dengan harisah (Gandum yang dikasih daging)”.
Itulah mereka orang orang yang dekat dan mengenal Allah, mereka lebih memikirkan amalan yang di terima Allah swt dari pada banyak nya amalan mereka. Pernah suatu saat Rasulullah lewat di suatu masjid dan terdengar suara keras seseorang sedang bertasbih kepada Allah swt, lalu sahabat berkata kepada Rasulullah saw “Ya rasulullah sesungguh nya orang itu sedang ria memamerkan amalanya”, lalu rasulullah berkata “Tidak, sesungguhnya yang dia lakukan karena ia sedang dekat dengan Allah swt dan memuji tuhan nya”. Sebab ada orang yang melakukan amal nya dengan diam diam dan ada juga orang yang memamerkan amalanya agar orang lain dapat menngikuti apa yang dia lakukan. Sebab ikhlas adalah masalah hati dan cukup Allah yang mengetahui. Alhamdulillah sebentar lagi datang bulan yang mulia, bulan kelahiran baginda besar Nabi Muhammad saw, persiapkan hati, jiwa dan raga kita. Kita ambil semua keberkahan dan pahala nya, semoga kita dapat melihat dan berjumpa dengan Rasulullah saw.aminn
Jika kalian ingin melihat wajah Rasulullah dalam tidur kalian atau berjumpa dengan sadar, maka perbanyak salawat dan melakukan sunnah sunnahnya Rasulullah, sebab Rasulullah berkata “Barang siapa yang melihat aku dalam tdur nya, maka sesungguh nya ia benar benar melihat aku, karena syetan tidak dapat menyerupai ku”. Karna nur atau cahaya Rasulullah dapat memadamkan api syetan.
~ Masjid almunawwar,  Jalsatul isnain, Syech Ridwan Al amiri ~

Rabu, 10 Desember 2014

Hakikat Tarim

* KOTA TARIM - HADRAMAUT ADALAH SALAH SATU KOTA DUNIA SURGA *
"Andai saja mereka melihat hakikat kota Tarim,maka mereka akan mengatakan, Syurga Dunia adalah Tarim"
( Al Imam Ahmad Bin Abil Hubb ).
"Setetes ilmu di Tarim lebih baik dari pada lautan ilmu di luar Tarim"
( Al Imam Al Qutb Abdurrahman Assegaf ).
"Andai saja engkau mengeluarkan seluruh hartamu untuk mengunjungi kota Tarim, maka apa yang engkau dapatkan akan lebih banyak daripada yang kau keluarkan"
( Al Imam Al Qutb Abdullah Bin Alwi Al Haddad ).
"Di maqbaroh Zanbal dimakamkan lebih dari 10000 wali, 80 diantaranya adalah Qutb".( Tingkatan Wali Tertinggi).
(Al Imam Al Qutb Abdurrahman Assegaf),
"Jumlah ini sekitar 600 tahun lalu, sebelum wafatnya Imam Assegaf, Al Aidrus, Imam Al Muhdor,Imam Al Haddad, mungkin sekarang jumlah aulia' di Zanbal sudah mencapai ratusan ribu (kesimpulannya katsir jiddan), di Zanbal juga terdapat Makam Makam sahabat Nabi yaitu ahlu Badr,Ahlu Tarim bukan malaikat tapi mereka lebih baik dari malaikat"
( Al Imam Al Qutb Ali Bin Muhammad Al Habsyi ).
"3 hal yang diperlukan mereka yang tinggal di Tarim : Tawadhu', Adab, dan hidup Sederhana"
( Al Imam Al Qutb Ahmad Bin Hasan al Atthos ).
"Siapa yang tetap dengan adab dan akhlak diTarim, maka Tarim akan menjadikannya bintang,bulan, atau bahkan matahari yang menerangi manusia dengan Ilmu dan Nurnya"
( Al Imam Alwi Bin Syihab)
"Tidak ada tempat di dunia ini yang lebih baik dari Tarim setelah al masajid ats tsalatsah
(Makkah,Madinah, Aqsha)"

( Al Imam Al Qutb Abdullah Bin Alwi Al Haddad ).
سبحانالله
YAA TARIM WA AHLAHA...


Minggu, 07 Desember 2014

Hukum Nikah Mut'ah

Hukum Nikah Mut’ah
Hukum nikah mut’ah adalah haram, dengan kesepakatan para ulama salaf (terdahulu) dan khalaf (terkemudian). Kecuali menurut orang-orang Syi’ah, dan khilaf dengan mereka sama sekali tidak diang­gap dalam hal ini dikarenakan Madzhab Syi’ah adalah aqidah dan ajaran yang menyimpang dan sesat.
Sedangkan, mengenai sebuah riwa­yat dari Ibnu Abbas RA, yang memboleh­kannya, para ulama menjelaskan bahwa pada waktu itu beliau belum mengetahui bah­wa hadits yang beliau riwayatkan su­dah dinasakh (dihapus oleh riwayat lain­nya). Setelah mengetahuinya, beliau me­narik kembali pendapatnya, sebagai­mana diriwayatkan oleh Sa’id bin Jubair RA, Ibnu Abbas RA pernah berpidato lalu berkata, “Ketahuilah bahwa mut’ah sama hukumnya seperti makan bangkai, darah, maupun daging babi.” Dari sini da­pat dihukumi bahwa mut’ah hukum­nya haram dengan kesepakatan para ulama.
Adapun jika ada golongan yang mem­bolehkan, ketahuilah bahwa go­long­an tersebut adalah golongan yang sesat, karena bertentangan dengan ijma’ para ulama’, baik salaf maupun khalaf.
Dasar hukum haramnya nikah mut’ah, selain ijma’ para ulama’, adalah hadits Rasulullah SAW di bawah ini:
Dari Saburah Al-Juhani, dari ayah­nya, dari kakeknya, ia berkata, Rasul­ullah SAW memerintahkan kami untuk ber­mut’ah ketika kami masuk kota Mak­kah pada tahun Fathu Makkah, kemudi­an sebelum kami keluar dari kota Mak­kah kami sudah dilarang untuk ber­mut’ah (HR Muslim).
Bahwasanya Rasulullah berkata, “Wahai manusia, sungguh aku pernah mem­bolehkan kalian untuk melakukan mut’ah pada wanita-wanita ini, ketahui­lah sesungguhnya Allah telah mengha­ramkan hal itu sampai hari Kiamat.” (HR Ibn Majah).
Nikah Mut’ah di Masa Awal Islam
Pada permulaan masa Islam, mut’ah diperbolehkan karena beberapa hal. Yang pertama, jumlah kaum muslimin pada waktu itu masih sedikit, sedangkan Allah dan Rasul-Nya memerintahkan me­reka untuk berjuang memerangi kaum musyrikin. Perjuangan yang me­reka lakukan acap menjadikan mereka tak dapat menanggung nafkah istri dan mengurusi keluarga, apalagi saat itu kondisi keuangan kaum muslimin sangat tidak mendukung.
Kedua, mereka adalah para muallaf yang baru masuk Islam. Sebelumnya, mereka memeluk agama atau keper­caya­an jahiliyah, yang membolehkan se­se­orang kawin dengan siapa saja dan be­rapa saja, juga mengawini dan men­ce­raikan sesuka hati mereka. Dapat di­bayangkan bagaimana keadaan me­reka yang seperti itu ketika berperang, dengan tidak membawa serta istri-istri mereka, sedangkan syahwat kepada perempuan merupakan fithrah setiap manusia.
Agama Islam membolehkan perni­kah­an mut’ah di awal masa perkem­bang­an karena situasi yang masih serba darurat pada waktu peperangan terse­but. Setelah hilang kedaruratannya, hu­kum nikah mut’ah menjadi haram untuk selama-lamanya sampai hari Kiamat.


Jumat, 14 November 2014

Sayyid Muhammad Maulad Dawilah

Sayid Muhammad Maulad Dawilah

Banyak Menerima Karunia Allah SWT
Setiap namanya disebut, maka setiap orang yang mendengar akan senang hatinya. Ia adalah sosok auliya yang paling banyak menerima karunia-karunia Allah SWT
Ia dikenal hafal separuh al-Qur’an, tetapi anehnya jika ada yang keliru dalam bacaannya pada separuh bagian kedua, maka ia dapat mengingatkan bacaan yang keliru itu, sehingga pembacanya akan mengulangi bacaan yang keliru itu.
Ulama itu adalah Sayid Muhammad Maulad Dawilah, nama lengkapnya adalah Sayid Muhammad Maulad Dawilah bin Imam Ali bin Alwi Al-Ghuyur bin Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Isa, dan terus bersambung nasabnya sampai Rasulullah SAW.
Muhammad Maulad Dawilah lahir dan dibesarkan di kota Tarim. Sejak kecil, ia telah ditinggal mati sang ayahnya. Sehingga ia diasuh dan dibesarkan oleh sang paman, Sayid Abdullah. Selama dalam asuhan sang paman itulah ia benar-benar mendapatkan pendidikan dan asuhan yang terbaik. Maka wajarlah bila dalam usia remaja ia telah mempunyai ilmu yang tinggi, manis budi pekerti dan ketakwaan yang tinggi.
Sebagaimana para ulama dan auliya’ dari Hadramaut. Ia juga suka berkelana ke berbagai negeri untuk beribadah dan menimba ilmu. Sewaktu menunaikan ibadah haji dan umrah, ia menyempatkan diri untuk mukim di Madinah sembari belajar agama, khususnya bidang fiqh. Tidak banyak disebutkan, ia belajar tentang dunia tulis menulis, tetapi setiap ilmu syariat yang ia pelajari maka ia selalu mengamalkannya. Karena itu, tidak heran bila ia mendapat kemuliaan seperti yang didapat para ulama kenamaan.
Ia adalah sosok ulama yang tawadhu’, banyak melatih diri dan membebaninya dengan berbagai amal kebajikan dan ibadah. Kebanyakan amalan yang ia lakukan adalah amalan yang berhubungan dengan hati, bahkan ia selalu menyembunyikan amal-amal ibadahnya dari manusia yang lain, lebih-lebih dari keluarganya sendiri.
Pada umumnya ia suka mengasingkan diri di tengah padang pasir atau di dusun yang tidak berpenghuni. Karena itu, ia banyak mendapatkan keistimewaan atau yang lebih dikenal dengan karamah dari Allah SWT. Diantara karamah yang ia miliki yakni ia dapat menuturkan berbagai masalah dalam hukum-hukum syariat dan hakekat sampai kepada akar-akarnya yang paling bawah.
Alkisah, ketika salah seorang puteranya bertanya tentang kebolehan yang ia katakan, maka ia berkata,”Kami tidak menuturkan suatu masalah kecuali kami telah melampui batas-batas alam dunia dan akhirat, pada mulanya kami lampui batas-batas alam dunia dan akhirat, kemudian alam akhirat sampai wujud keduanya terasa tidak ada di hati kami selain hanya wujud Allah, maka di saat itulah timbul rasa rindu.”
Selanjutnya, ia menuturkan bait-bait puisi, ”Ketika kami tiba di majelis untuk bersenang-senang maka terpancarlah cahaya bagi kami dari alam gaib.” Sampai di akhir bait puisinya.
Selanjutnya ia memilih sebuah tempat terpencil di dekat pekuburan Nabi Hud As, nama tempat itu adalah Yabhar. Ia memilih tempat tersebut karena ada sebuah telaga air. Ia kemudian membangun tempat tinggal di sekitar tempat itu. Langkah ini dikuti oleh pengikut-pengikutnya, sehingga tempat yang sebelumnya di kenal sebagai tempat terpencil lambat laun kemudian berkembang menjadi ramai. Pemukiman kecil yang semula hanya terdiri dari beberapa keluarga kecil saja, makin lama berkembang menjadi sebuah desa yang maju, tempat itu dinamakan Yabhar Dawilah.
Sayid Muhammad Maulad Dawilah ini adakalanya melakukan hal-hal yang aneh. Sesekali ia mengenakan pakaian-pakaian yang mewah, seperti pakaian-pakaian yang dipakai kaum penguasa, tetapi adakalanya ia mengenakan pakaian compang-camping seperti yang dikenakan oleh kaum fakir miskin. Adakalanya ia berusaha mendekatkan diri dengan kaum penguasa, tetapi adakalanya ia menjauh dari penguasa dan mendekati orang-orang lemah yang tidak mampu.
Adakalanya ia membebani hidupnya dengan berbagai amal kebajikan dan ibadah. Diantaranya ia bangun malam dan puasa. Dikisahkan, ia melakukan shalat Subuh dengan wudhu untuk Isya’. Kebiasaan ini berjalan selama dua puluh tahun. Ia juga membiasakan berpuasa empat puluh hari berturut-turut di musim panas. Karena besarnya peningkatan ibadah-ibadahnya, maka ia mendapatkan berbagai macam karamah dan keistimewaan yang luar biasa dari Allah SWT.
Terhadap karamah dan karunia yang diterimanya itu, ia pernah berkata,”Biasa kami menyebut Allah dengan lisan dan hati. Kemudian, bentuk-bentuk huruf yang terucap dengan lisan itu lenyap, yang tersisa hanyalah cahaya yang memancar di dalam hati hingga sampai ke hadirat Allah.”
Nasehat-nasehat yang sangat bermakna diantaranya,”Sesungguhnya aku tidak takut menjadi miskin, sebab aku yakin bahwa karunia yang ada di sisi Allah lebih dekat dari apa yang ada di tanganku. Sesungguhnya aku tidak membenci kematian, sebab seseorang yang membenci kematian maka ia membenci untuk bertemu dengan Allah. Aku tidak pernah membenci tamu meskipun aku tidak memiliki sesuatu yang dapat aku berikan.”
Disebutkan suatu saat ketika ia hendak tampil menjadi imam shalat di masjid Ba’alawi, sebagian orang mencegahnya dan salah seorang dari mereka berkata dengan ketus kepadanya, ”Engkau seorang Arab dusun, engkau tidak pantas menjadi imam!”
Setelah selesai mengimami shalat, maka beliau dengan sangat tenang dan santun kemudian menerangkan sebuah surat di Al-Qur’an dengan keterangan yang mempesonakan para pendengarnya. Cara penyampaian yang penuh kelembutan dan penerangan yang gamblang membuat mereka sadar, bahwa ia adalah sosok seorang ulama yang berilmu.
Beberapa hari menjelang kematiannya, ia pernah mengucapkan bait-bait puisi tanda kecintaan kepada baginda Rasulullah SAW, ”Sesungguhnya setiap rumah yang engkau (Rasul) tempati, tidak butuh adanya lampu penerangan. Wajahmu yang bersinar adalah hujjah kami, pada hari ketika manusia mendatangkan berbagai macam hujjah.”
Dari hari ke hari ia semakin meningkatkan ketaatannya kepada Allah, sampai saatnya tiba berpulang ke rahmatullah pada hari Senin tanggal 10 bulan Sya’ban 965 H. Ia dimakamkan di pekuburan Zanbal, Tarim dan makam nya banyak dikenal dan diziarahi orang. Ia meninggalkan empat orang putera yakni Abdullah, Ali, Alwi dan Abdurahman Assegaf.

(Disarikan dari buku Alawiyyin, Asal-Usul dan Peranannya karya Alwi ibnu Muhammad ibnu Ahmad Balfaqih, PT LENTERA BASRITAMA, 1999)


Nasehat Habib Umar bin Hafidz - Jangan Jadikan Waktu Kita Untuk Mengikuti Permainan Orang-Orang Dzholim

Kutipan Khutbah Jumat di Masjid Jami` Nur Muhammad Kemang, Jakarta Selatan 21 Muharram 1436 H
Diterjemahkan oleh Ad-Da`i Ilallah Habib jindan.
Jangan jadikan waktu yang kita miliki, umur yang kita miliki ,kehidupan kita miliki dari yang yang sangat sedikit ini jangan kita jadikan sebagai halaman untuk permainan orang -orang yang berbuat dholim kepada Allah subhanallahu wata`ala, orang-orang yang berbuat kejahatan orang-orang tersebut ingin menjadikan diri kita ,dzat kita, waktu kita,hidup kita sebagai tempat permainan mereka, tempat mereka membuang kotoran . Walyaudzubillahi min dzalik
Allah Subhanallahu wa Ta`ala berfirman : “Seandainya kalian mengikuti kebanyakan orang yang ada di muka bumi ini, niscaya mereka akan membuat engkau tersesat dari jalan Allah Subhanallahu wa Ta`ala.”
Beliau Al Habib ‘Umar bin Hafidz menasehati untuk menjaga pandangan ,pendengaran, Lisannya. menjaga pandangan dari hal-hal yang bukan urusannya, menjaga pendengarannya dari hal-hal yang bukan urusannya, menjaga hal-hal dari menyaksikan yang bukan urusannya, menjaga lisannya dari perkataan-perkataan yang bukan urusannya ,menjaga hal-hal yang fudhul yang bukan urusannya apalagi dari hal yang di haramkan oleh Allah Subhanallahu wa Ta`ala.
Sebab dengan menjerumuskan matanya, pendengarannya, lisannya dalam hal-hal yang bukan urusannya maka ia telah menodai kemanusiaan/menghinakan kemanusiaan. Walyaudzubillahi min dzalik
Barang siapa yang istiqomah di dalam pandangannya, istiqomah di dalam pendengarannya, istiqomah di dalam lisannya maka akan berujung pada istiqomahnya Hati, berujung pada Beristiqomah pada ketaqwaan kepada Allah Subhanallahu wa Ta`ala.
Allah Subhanallahu wa Ta`ala berfirman : “Sesungguhnya pendengaran kita,penglihatan kita kelak akan diintegorasi oleh Allah Subhanallahu wa Ta`ala”
Dengan menjaga pendengaran kita dari hal-hal yang tidak baik, menjaga penglihatan kita dari hal-hal yang tidak baik maka akan terjaga pula hati kita.
Gunakanlah pandangan kita untuk memandang kaum mukiminin dengan kasih sayang, gunakan pandangan mata kita untuk melihat alam ini untuk bertafakkur
Jangan sampai pandangan mata kita kelak akan menjadi penyesalan kelak di hari kiamat.
Jangan sampai musuh-musuh Allah mereka berkuasa di mata kita, jangan sampai musuh-musuh Allah ,mereka menjadi penguasa di mata kita, mereka berkuasa di pendengaran kita. 
Mereka musuh-musuh Allah Subhanallahu wa Ta`ala merebut itu semua bukan dengan kekuatannya akan tetapi karena lemahnya semangat kita, lemahnya semangat kita terhadap syariat dan peneladan terhadap Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam.
Sehingga mereka (musuh-musuh Allah ) menjadi penguasa di mata kita ,di telinga kita mereka yang berkuasa di dalam ucapan kita,di dalam rumah tangga kita. Mereka semua yang mengatur apa yang kita lihat, apa yang kita dengar dan apa yang kita ucapkan yang sesungguhnya menyimpang dari ajaran Allah dan ajaran Rasulullah shalallahu ‘Alaihi wasallam.
Yang mana kalau itu semua kita biarkan saja, kita cuekin saja kita anggap biasa saja maka kelak di hari kiamat mata ini menjadi TERHARAMKAN melihat Allah Subhanallahu wa Ta`ala.
Sifat kaum mukimin mereka mendengar pada hal yang baik, mereka melihat pada hal yang baik, manakala di perdengarkan di hadapan mereka hal-hal yang tidak baik yang membuat lupa kepada Allah Subhanallahu wa Ta`ala mereka (kaum mukminin) segera berpaling menjauh tidak mau mendengarkan hal-hal yang tidak baik tersebut.
sehingga dikatakan dalam firman Allah Subhanallahu wa Ta`ala : “Manakala kalian mendengarkan ucapan-ucapan orang tersebut mengatakan perkataan-perkataan yang tidak baik maka jangan kalian duduk bareng bersama mereka,jika kalian duduk bareng bersama mereka, mendengarkan perkataan-perkataan mereka, maka kalian sama saja dengan mereka, kalian masuk ke dalam kelompok mereka, kalian masuk di dlm barisan mereka.” walyaudzubillahi min dzalik.
Kalau kita mau mendengar ,dengarkan ucapan para Aulia, dengarkan ucapan para anbiya, dengarkan ucapan Nabi Muhammad shalallahu ‘Alaihi wasallam. Sehingga hal itu menjadi bekal kita persiapan kita untuk mendengar ucapan khitob yaitu ucapan cinta dari Allah yang di tujukan kepada hamba-hamba-Nya kelak di hari Kiamat.
Sebab di hari kiamat Allah Subhanallahu wa Ta`ala memanggil hamba-Nya, berbicara kepada hamba-Nya, dan juga ada juga hamba-hamba tertentu yang di murkai oleh Allah Subhanallahu wa Ta`ala tidak disapa, tidak ditegur oleh Allah Subhanallahu wa Ta`ala besok di hari kiamat .Walyaudzubillahi min dzalik.
Karenanya gunakanlah telinga kita untuk mendengar yang baik, gunakan mata kita untuk melihat yang baik ,yang bukan di haramkan oleh Allah Subhanallahu wa Ta`ala
Ketahuilah dimanapun kita berada , bila kita berempat yang kelimanya adalah Allah Subhanallahu wa Ta`ala, kita ber enam yang ke tujuhnya adalah Allah Subhanallahu wa Ta`ala. Allah Subhanallahu wa Ta`ala mengetahui diskusi yang terjadi diantara mereka , Allah Subhanallahu wa Ta`ala mengetahui apa yang mereka ucapkan, Allah Subhanallahu wa Ta`ala mengetahui apa yang mereka rahasiakan.
Sesungguhnya Allah Subhanallahu wa Ta`ala menciptakan diri kita mulia, dzat kita mulia , jangan kita kotori , jangan kita hinakan diri kita, dzat kita , pada telinga kita, mata kita
jangan kita jadikan diri kita, dzat kita menjadi tempat permainan dari musuh-musuh Allah Subhanallahu wa Ta`ala ,sehingga kita menjadi orang-orang yang tertipu di dalam diri kita, tertipu di dalam keluarga kita, tertipu oleh bujukan-bujukan musuh-musuh Allah Subhanallahu wa Ta`ala
Di hari Jum’at dan di malam Jum’at sudahkah kita membaca dan mendengarkan al quran? sudahkah kita membaca surat alkahfi? sudah berapa banyak kita bersholawat kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘Alaihi wasallam?
Jadikan pendengaran, mata lidah untuk hal-hal yang di ridhoi Allah Subhanallahu wa Ta`ala sehingga pendengaran kita, mata kita , lidah kita menjadi patut dan layak untuk berkhitob kepada Allah Subhanallahu wa Ta`ala besok di hari kiamat
Semoga Allah Subhanallahu wa Ta`ala memperbaiki keadaan kaum muslimin

Allahumma shalli wa sallim ‘ala Sayyidina Muhammad nuuri-kas saari wa madaadikal jaari wajma’nii bihi fi kulli athwaari wa ‘ala alihi wa shahbihi yannuur


Jumat, 19 September 2014

Mengenai Zakat Mal dan Penerimanya

Penjelasan Habibana Mundzir Al Musawa mengenai zakat mal :

Saudaraku yg kumuliakan, zakat pemilik perusahaan dinamakan zakat Tijarah, adalah menghitung seluruh harta benda yg dipakai bertijarah, termasuk asset mobil, bangunan, dan semua alat alat usaha, dan dikeluarkan zakatnya dari total harta perdagangan itu 2,5% setiap tahunnya jika sudah mencapai setahun.

zakat diberikan pada 8 kelompok, sebagaimana firman Allah swt pd surat Attaubah ayat 60 : Sungguh sedekah itu untuk orang orang fakir, dan orang orang miskin, dan orang orang yg bekerja membagikannya, dan para muallaf (yg baru masuk islam), dan para budak yg sedang menebus kebebasannya, dan orang orang yg terlibat hutang, dan orang orang dari pasukan berjihad dijalan Allah, dan orang orang yg tak punya uang pulang kerumahnya. (QS Attaubah 60).

1. Fuqara : Fuqara dalam hukum syariah adalah orang yg penghasilannya hanya mencukupi 40% dari kebutuhannya, seandainya kebutuhannya (atau dg keluarga tanggungannya, mungkin dg ayah ibunya dan istri anaknya), andai kebutuhannya 100 ribu sebulan, dan pendapatannya hanya 40 ribu atau kurang (40% atau kurang). inilah yg disebut fuqara, walaupun ia punya usaha, atau rumah yg dikontrakkan, atau kendaraan yg digunakan usaha, yg jelas penghasilannya hanya 40% (atau kurang). dari kebutuhan Primernya (bukan kebutuhan sekunder).
dan bila mereka mempunyai pendapatan yg minim namun mereka mempunyai harta yg bersifat Sekunder, seperti televisi, kendaraan dlsb yg bukan digunakan untuk usaha, maka mereka tidak tergolong fuqara, dan tidak berhak mendapat Zakat.

2. Masakiin : Masakiin adalah orang orang miskin, dan penjelasannya sama dengan diatas, namun perbedaannya bahwa orang miskin di dalam hukum Syariah adalah mereka yg penghasilannya hanya 80% (atau kurang), dari kebutuhannya, mereka ini taraf hidupnya diatas fuqara, namun masih berkekurangan. mereka berhak menerima zakat.
singkatnya :
- Penghasilan 0% - 40% adalah fuqara -> tidak wajib zakat, dan berhak mendapat zakat.
- 41% - 80% adalah orang miskin -> tidak wajib zakat, dan berhak mendapat zakat
- 81% - 100% -> adalah kelompok yg tidak wajib zakat dan tidak pula berhak mendapat zakat.
- 100% - hingga berlebihan -> kelompok yg diwajibkan mengeluarkan zakat dan tidak berhak menerima zakat.

3. Ghaarimiin : Orang yg terlibat hutang dan belum mampu melunasi hutangnya. mereka ini ada 4 kelompok
a). orang yg berhutang untuk mendamaikan dua kelompok yg bertentangan, ia berhak mendapat zakat untuk bantuan melunasi hutangnya yg belum mampu ia lunasi, walaupun ia seorang kaya raya. (seandainya hutangnya 100 juta, dan ia mampu melunasi nya dalam setahun, maka dalam tempo satu tahun itu ia berhak menerima zakat).
b). orang yg belum mampu melunasi hutangnya yg hutangnya adalah untuk maslahat muslimin, misalnya membangun masjid, membuat jalan, madrasah agama, majelis taklim dll. walaupun ia kaya raya, sebagaimana penjelasan diatas.
c). orang yg belum mampu melunasi hutang dirinya sendiri, selama hutangnya itu bukan untuk maksiat.
d). orang yg berhutang untuk menjamin hutang orang lain, atau menebus keselamatan seseorang, selama tidak terlibat dalam kemaksiatan.

4. Musafirun wa Ibnu Sabiil : Orang yg dalam perjalanan, dan ingin kembali kerumahnya namun ia tak punya ongkos yg cukup, sebab kerampokan atau kehilangan dlsb, walaupun ia seorang kaya raya di kampungnya. (hal seperti ini mungkin di zaman sekarang jarang terjadi karena sudah adanya handphone, rekening bank, dlsb, namun paling tidak seandainya ia terjebak dalam kecopetan dan kehilangan atau lainnya, maka dana zakat dikeluarkan paling tidak untuk menghubungi keluarganya di rumahnya untuk mengirim uang, walaupun jumlah kecil namun ia termasuk berhak zakat).

5. 'Aamiluun alaihaa : Para pekerja yg bertugas membagi bagikan zakat, walaupun ia seorang kaya raya, dengan syarat ia tidak mendapat gaji/upah dalam kerjanya, misalnya ia seorang Imam Masjid yg sudah ada penghasilan khusus dari kas masjid, maka mereka tidak berhak, ataupun petugas kelurahan yg memang sudah ditunjuk pemerintah untuk pekerja diantaranya mengurus zakat, maka mereka tidak berhak, demikian pula muazin yg sudah ada jatah upah dari masjid.

6. Mu'allafati qulubihim : Para muslim yg baru saja memeluk islam dan mereka masih memiliki iman yg lemah dan ditakutkan kembali kepada agamanya, maka mereka berhak atas zakat.

7. Ghuzaat fi sabiilillah : Para pejuang yg membela islam yg tidak mendapat upah. mereka siap tempur dan berperang membela islam kapanpun (tentara jihad), namun tidak mendapat upah/gaji penopang nafkah. mereka berhak zakat, namun kelompok ini sudah tidak ada lagi di zaman sekarang, karena ini hanya disyariahkan bagi negara yg berhukumkan Islam

8. Al Kaatibuun Kitaabah Shahihah : Mereka yg dalam penebusan diri untuk menebus kebebasan dirinya dari perbudakan, kelompok ini pun sudah tidak ada di zaman sekarang.



Maka kelompok pertama hingga nomor enam, adalah mereka yg berhak diberi zakat, namun haruslah berurutan.
Pertama uang zakat ditumpahkan pada Fuqara, bila sudah tak ada fuqara di wilayahnya, atau semua sudah terbagikan zakat, barulah meningkat ke tingkatan kedua yaitu orang orang miskin.. demikian seterusnya.
Bila dana zakat sudah terhabiskan bagi fuqara, maka tidaklah kelompok kedua dan lainnya berhak mendapat zakat. demikian seterusnya.
Bukan seperti sekarang, dimana amil zakat (para pekerja zakat) segera mengambil jatahnya lebih dahulu sebelum fuqara.

Demikian insya Allah penjelasan dari saya, wallahu a'lam.

sumber (Kitab Busyralkarim syarh Muqaddimatulhadhramiyyah alaa madzhabussyafi'iyyah Bab Zakaat Naqd).

Rabu, 17 September 2014

Daya Pikat Dunia yang Menipu

Oleh : Al Habib Umar bin Hafidz


Ini Risalah yang agung yang datang dari Allah subhanahu wa ta’ala. Demi Allah, setiap yang keluar dari rel-rel Risalah ini, dari segala sesuatu yang dibicarakan atau dipikirkan oleh banyak orang, atau sesuatu yang mereka ketahui, atau yang mereka ucapkan, atau sesuatu yang merisaukan mereka atau menenangkan mereka, tak lain hanyalah kesenangan sesaat yang menjerumuskan, yang dalam waktu dekat hanyalah bagai debu yang berhamburan.
Adapun bentuknya baik dhohir maupun bathin, segala sesuatu yang bertentangan dengan Risalah ini, dan yang keluar dari rel-rel Risalah ini, hanyalah permainan, sebagaimana pernyataan Al Qur’an. Dan hanyalah sesuatu yang melalaikan sebagaimana pernyataan Al Qur’an. Dan hanyalah tipuan sebagaimana pernyataan Al Qur’an. Telah berfirman Allah subhanahu wa ta’ala, Sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak.
Setiap permainan, kelalaian, hiasan, berbangga-banggaan dan bermegah-megahan dalam banyaknya harta dan anak tersebut. Allah memberikan perumpamaan. Dengarlah apa perumpaan tersebut? Bagaikan hujan yang tanam-tanamannya membuat kagum para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering , maka engkau melihatnya menguning, kemudian hancur.
Adapun Akhirat Dan akhirat yang ada hanyalah adzab yang amat pedih dan maghfiroh (ampunan) dari Allah dan keridhoan-Nya.
Dengarkanlah ini. Firman dari Tuhan Yang Maha Penyayang. Dan Penyampainya adalah pemimpin sekalian makhluk, manusia terbaik, Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa sallam. Ini adalah uraian singkat tentang apa yang ada di akherat. Uraian singkat kehidupan abadi mendatang. Adzab yang amat pedih dan maghfiroh (ampunan ) dari Allah dan keridhoan-Nya.
Ini adalah uraian singkat tentang kehidupan yang ada di dalamnya. Setiap tingkatan adzab, setiap derajat tinggi di sini ringkasannya. Adzab yang amat pedih dan maghfiroh ( ampunan ) dari Allah dan keridhoan-Nya. Maka apa yang ada pada kehidupan dunia ini? Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.
Maka bagaimana kita bisa mendapatkan maghfiroh dan keridhoan, dan selamat dari siksa yang amat pedih? Berlomba-lombalah untuk mencapai Ampunan dari Tuhan kalian, dan Syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan para Rasul-Nya. Kita (bersaksi bahwa kita) beriman kepada Allah dan para Rasul-Nya, Kita (bersaksi bahwa kita) beriman kepada Allah dan para Rasul-Nya, Kita (bersaksi bahwa kita) beriman kepada Allah dan para Rasul-Nya.

SUMBER

Minggu, 14 September 2014

Langkah Awal Mendekatkan Diri Kepada Allah

Orang yang cerdas dan berpikiran sehat adalah mereka yang mengelola (me-manage) amal-amalnya sehingga semua kegiatan mereka menjadi sempurna.
Langkah awal yang harus diperhatikan oleh seorang hamba dalam ber-suluk adalah menyucikan dan mendidik nafs serta menyempurnakan akhlak. Bagi seorang sâlik usaha penyucian nafs lebih utama dari pada memperbanyak ibadah sunah, seperti salat sunah, puasa sunah dan sejenisnya. Karena, seorang hamba tidak layak menghadap Allah SWT dengan hati dan nafs yang kotor. Ia hanya akan melelahkan dirinya, sebab amal yang ia kerjakan mungkin justru membawanya ke arah kemunduran.

Jika seseorang tidak menangani urusannya secara arif, maka dikhawatirkan ia akan tersesat dan mengalami kemunduran. Karena itu seseorang hendaknya selalu memelihara sir-nya (nurani) dan memanfaatkan waktu yang ia miliki. Jangan sekali-kali ia membiarkan hatinya kosong dari fikr (pemikiran) yang dapat melahirkan ilmu. Dan jangan sampai ia mengerjakan suatu perbuatan tanpa niat yang benar, karena niat adalah ruh amal.
Jika hati seseorang tidak mampu mewadahi fikr (pemikiran) yang dapat melahirkan ilmu dan niat-niat saleh, maka ia seperti hewan liar. Dalam keadaan demikian manusia akan terbiasa menghabiskan waktunya untuk melakukan perbuatan yang sia-sia dan bergaul dengan orang-orang bodoh. Ia akan melakukan berbagai perbuatan buruk dan tercela. Seorang yang berakal hendaknya sadar dan memelihara hatinya.
Ketahuilah, keadaan hati yang paling mulia adalah ketika ia selalu berhubungan dengan Allah SWT. Inilah landasan amal dan sumber perbuatan-perbuatan yang baik. Cara memakmurkan batin adalah dengan selalu menghubungkan sir (nurani) dengan Allah SWT, sedangkan cara merusaknya adalah dengan selalu melalaikan-Nya. Jika hati seseorang telah memiliki hubungan yang kuat dengan Allah SWT, ia dengan mudah dapat melakukan berbagai amal dan ketaatan yang bisa mendekatkannya kepada Allah.

Ketahuilah, bahwa hati itu bagaikan cermin, memantulkan bayangan dari semua yang ada di hadapannya. Karena itu manusia harus menjaga hatinya, sebagaimana ia menjaga kedua bola matanya.
Orang yang mengkhususkan diri untuk beribadah kepada Allah hendaknya tidak bergaul dengan orang-orang yang jahat, bodoh dan suka berbuat tercela, sebab perilaku mereka akan mempengaruhi hati dan memadamkan cahaya bashiroh-nya.
Seorang pencari kebenaran hendaknya memperhatikan segala sesuatu yang dapat memperbaiki hatinya. Untuk memperbaiki hati diperlukan beberapa metode, di antaranya adalah dengan selalu mengolah fikr (pemikiran) untuk membuahkan hikmah dan asror, banyak berdzikir dengan hati dan lisan, dan juga dengan menjaga penampilan lahiriah: pakaian, makanan, ucapan, serta semua perilaku lahiriah yang memberikan pengaruh nyata bagi hati. Seorang pencari kebenaran tidak sepantasnya mengabaikan hal ikhwal hatinya.

(Memahami Hawa Nafsu, Îdhôhu Asrôri ‘Ulûmil Muqorrobîn, Putera Riyadi)

Jika Allah Cinta Kepada Hamba-Nya

Oleh : Al Habib Umar Bin Hafidz

Segala puji bagi Allah yang mana kita telah melihat kehendak baik–Nya kepada kita, dengan sampainya seruan seruan iman dan islam, dan dengan memenuhi panggilan Ar Rahman yang di tujukan kepada hati, hingga kita dapat berkumpul dan segera memenuhi panggilan-Nya, menghadap, menghadirkan hati, berdzikir, berdoa meminta dan memohon serta menjalin hubungan dengan-Nya.
Maka bagi Allah segala pujian dan syukur. Ya Allah!!!! Berilah kesempurnaan pada kami nikmat–nikmat-Mu.
Dan kesempurnaan nikmat, adalah bertambah kuatnya keyaqinan dan keimanan, dan bertambah kuat ikatan dengan Allah Yang Maha Penyayang dan dengan kekasih-Nya Nabi Muhammad pemimpin alam semesta shallallahu alaihi wa sallam, hingga kita dapat berkumpul dalam golongan Nabi Muhammad di tempat yang tertinggi.
Sesungguhnya Al Jabbar subhanahu wa ta’ala setiap saat mempunyai kehendak terhadap hamba-Nya baik jin maupun manusia untuk mengangkat derajat hamba-Nya yang Dia kehendaki atau menjatuhkan yang Dia kehendaki, mendekatkan yang Dia kehendaki atau menjauhkan yang Dia kehendaki, mencintai yang Dia kehendaki dan memurkai yang Dia kehendaki. Sehingga tidaklah berlalu siang dan malam kecuali Allah memperlihatkan kepada seluruh penduduk langit tanda kasih sayang dan kecintaan-Nya, dan memperlihatkan tanda kemurkaan-Nya kepada hamba yang dimurkai-Nya, wal’iyadzubillah.
Maka Allah memanggil sayiduna Jibril, Ya Jibril!!! Aku cinta kepada hamba-Ku fulan, maka cintailah dia. Wahai Jibril !!! Sesungguhnya Aku cinta kepada fulan,maka betapa beruntungnya si fulan ini, dan betapa agung derajat si fulan ini. Tatkala Allah Sang Maha Pengasih mengumumkan pengumuman-Nya, Ya Jibril !!! Sesungguhnya aku cinta kepada fulan, maka cintailah dia. Jibril mendekatkan diri kepada Allah dengan kecintaan kepada si fulan tersebut. Sedangkan ia hanya manusia biasa yang berjalan di muka bumi. Renungkanlah Malaikat Jibril mendekatkan diri kepada Allah dengan kecintaannya kepada seorang hamba. Bentuknya hanya daging dan darah tetapi hakikatnya adalah anugrah dan kebesaran Allah.
Maka Jibril mencintainya kemudian Jibril diperintahkan untuk memanggil penduduk langit, Wahai penduduk langit!!! Sesungguhnya Allah telah mencintai hamba-Nya fulan bin fulan maka cintailah dia. Maka penduduk langit pun mencintainya, dan jadilah hamba tersebut orang yang di cintai di muka bumi.
Kemudian Allah memanggil Jibril, Ya Jibril !!! Sesungguhnya Aku murka pada fulan, maka murkailah dia. Maka Jibril mendekatkan diri kepada Allah dengan memurkai, membenci, dan memusuhi si fulan tersebut. Kemudian Jibril di perintahkan untuk memanggil penduduk langit, Wahai penduduk langit!!! Sesungguhnya Allah telah murka kepada fulan bin fulan, maka murkailah dia. Kita berlindung kepada Allah dari kemurkaan-Nya. Dan kita mohon kepada Allah semoga Allah mempertemukan kita dengan golongan yang di cintai-Nya dan golongan muqorrobin.
Sesungguhnya Allah paling pemurah di antara yang pemurah, dan paling penyayang di antara yang penyayang. Wahai Yang Paling Pemurah di antara yang pemurah, dan Wahai Yang Penyayang diantara yang penyayang!!! Sayangilah kami dalam kelemahan kami dan ketidak mampuan kami. Pertemukan kami dengan orang-orang yang Engkau cintai, dan ridhoilah kami, dan janganlah Engkau pisahkan antara kami dengan mereka, Wahai Yang Paling Pemurah di antara yang pemurah dengan berkat Rahmat-Mu Wahai Yang Maha Penyayang.
Alangkah mulianya hamba yang dicintai Allah yang siang dan malamnya selalu sungguh-sungguh dalam mendekat kepada Allah, dan Allah-pun ridho kepadanya. Senantiasa meneliti anggota badannya, meneliti hatinya, meneliti pandangannya, meneliti tujuan-tujuannya, meneliti tingkah lakunya, meneliti apa-apa yang ada di hatinya dari cahaya iman dan cahaya yaqin, dan dia meneliti keridhoan Allah pada dirinya dan senantiasa takut dari kemurkaan-kemurkaan-Nya, takut dan waspada akan jauh dari-Nya, dan waspada akan penyebab terhalang dari keridhoan-Nya.
Maka dia senantiasa dalam koreksi diri, dalam kewaspadaan dan penuh perhatian terhadap Allah subhanahu wa ta’ala sepanjang waktunya. Al Haq subhanahu wa ta’ala menolongnya dengan penuh kasih, memberinya, mendekatkannya, meninggikan derajatnya, membersihkan hatinya dan memilihnya. Mereka adalah orang-orang yang beruntung. Semoga Allah menjadikan kita golongan orang-orang yang beruntung, dan memberikan kepada kita anugrah-anugrah-Nya dan memperkuat hubungan dan ikatan kita dengan-Nya dan dengan utusan-Nya (Nabi Muhammad).


SUMBER

Bertasawuf Yang Benar

Dua orang ulama besar pernah hidup pada satu zaman. Keduanya dikenal sebagai ahli fiqih dan sekaligus ahli makrifat. Yang satu bernama Syech Sofyan Al-Tsawri. Ia dikenal sebagai pendiri mazhab fiqih besar di zamannya; tetapi dalam perkembangan zaman, fiqihnya kalah populer dengan fiqih-fiqih yang lain, satunya lagi adalah Imam Ja’far Al- Shadiq, salah satu di antara “bintang” cemerlang dalam silsilah tarikat.
Pada suatu hari Syech Sofyan Al-Tsawri mendatangi Imam Ja’far Al-Shadiq dan di dapatinya Imam Ja’far dalam pakaian yang indah gemerlap, hingga tampak bagi Al-Tsawri sangat mewah. Ia merasa, Imam yang terkenal sangat salih dan zahid, tidak pantas untuk memakai pakaian seperti itu. Ia berkata, “Busana ini bukanlah pakaianmu!”. Imam Jakfar Al-Shadioq menimpali ucapan Al-Tsawri dengan berkata, “Dengarkan aku dan simak apa yang akan aku katakan padamu. Apa yang akan aku ucapkan ini, baik bagimu sekarang dan pada waktu yang akan datang, jika kamu ingin mati dalam sunnah dan kebenaran, dan bukan mati di atas bid’ah. Aku beritakan padamu, bahwa Rasulullah saw hidup pada zaman yang sangat miskin. Ketika kemudian zaman berubah dan dunia datang, orang yang paling berhak untuk memanfaatkannya adalah orang-orang salih, bukan orang-orang yang durhaka; orang-orang mukmin, bukan orang-orang munafik; orang-orang Islamnya bukan orang-orang kafirnya. Apa yang akan kau ingkari, hai Al- Tsawri? Demi Allah, walaupun kamu lihat aku dalam keadaan seperti ini sejak pagi hingga sore, jika dalam hartaku ada hak yang harus aku berikan pada tempatnya, pastilah aku sudah memberikannya semata-mata karena Allah.”
Pada saat itu datanglah rombongan orang yang” bergaya sufi”. Mereka mengajak orang banyak untuk mengikuti kehidupan mereka yang sangat sederhana. Mendengar ucapan Imam Ja’far, mereka berkata, “Tampaknya sahabat kami ini tidak mampu membalas pembicaraan Tuan dan tidak dapat menyampaikan hujah.” Imam Ja’far berkata, “Tunjukkan hujah kalian.” Mereka menyahut, “Kami punya hujah dari Kitab Allah.” Kata Imam, “Tunjukkan dalil-dalilnya, karena Kitab Allah lebih wajib untuk diikuti dan diamalkan.ketimbang selainnya” Mereka berkata, “Allah swt mengabarkan sekelompok sahabat Nabi saw: di dalam kitab-Nya; Dan mereka mendahulukan orang-orang lain di atas diri mereka sendiri sekali pun mereka memerlukan apa yang mereka berikan itu; siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr; 9) Allah memuji mereka. Kemudian Allah berfirman dalam ayat yang lain; Mereka memberikan makanan yang mereka cintai kepada orang miskin, yatim, dan tawanan. Cukuplah bagi kami semua keterangan ini.”
Di antara yang hadir dalam majelis itu ada seseorang yang segera menukas, “Kami tidak melihat kalian (dengan maksud orang yang “Bergaya sufi” itu) menahan diri untuk tidak makan makanan yang baik. Malahan kalian memerintahkan orang lain untuk mengeluarkan harta mereka supaya kalian bersenang-senang dengan memanfaatkan harta mereka.” Imam berkata pada orang itu, “Tinggalkan olehmu apa yang tidak bermanfaat bagi kamu.” Setelah itu Imam berkata kepada mereka yang menyampaikan dalil-dalil dari Al- Quran itu, “Hai saudara-saudara, ceritakan kepadaku apakah kalian tahu nâsikh-mansûkh dalam Al-Quran, muhkam dan mutasyâbih-nya? Karena di sinilah umat ini banyak yang tersesat atau binasa.” Mereka menjawab: “Sebagian memang kami ketahui. Tetapi sebagian yang lain tidak.”
Dengan bertanya seperti itu, Imam Ja’far bermaksud untuk mengajarkan mereka untuk berhati-hati menafsirkan Al-Quran, tanpa bantuan ilmu yang memadai. Karena di dalam Al-Quran terdapat ayat-ayat yang berlaku dalam konteks tertentu tetapi tidak pada konteks yang lain (nâsikh-mansûkh). Di dalamnya juga ada yang sangat jelas maknanya dan ada yang sekilas tampak ambigu (muhkam mutasyâbih). Setelah itu, Imam Ja’far berkata:“Apa yang kalian sebut sebagai keterangan dari Al-Quran tentang orang yang mendahulukan orang lain, walaupun diri mereka dan keluarga mereka kepayahan, perbuatan mereka itu hanyalah hal yang diperbolehkan bukan hal yang dilarang. Mereka mendapat pahala di sisi Allah. (Tidak ada perintah untuk melakukan perbuatan seperti itu. Mereka boleh saja melakukan hal demikian). Tetapi Allah setelah itu memerintahkan mereka untuk melakukan hal yang bertentang dengan apa yang mereka lakukan. Perintah Tuhan itu menjadi nâsikh (menghapuskan) bagi perbuatan mereka. Allah melarang mereka untuk berbuat demikian sebagai ungkapan kasih sayangnya kepada kaum mukmin. Supaya mereka tidak menyengsarakan dirinya dan keluarganya. Mungkin ada di antara mereka anak-anak kecil yang lemah, anak-anak, orang tua renta, orang yang sudah sangat tua yang tidak sanggup lagi menahan lapar. Jika aku menyedekahkan makananku kepada orang lain, padahal padaku tidak ada lagi makanan selain itu, pastilah semua keluargaku ditelantarkan dan binasa dalam keadaan lapar.
Karena itulah Rasulullah saw bersabda: Jika ada lima butir kurma atau lima dinar atau dirham yang dimiliki seseorang, kemudian ia ingin mengekalkan uang itu, maka yang paling utama ialah ia memberikannya kepada kedua orangtuanya, kemudian kepada dirinya dan keluarganya, kemudian kepada kerabat dan saudaranya kaum muslim, kemudian kepada tetangganya yang miskin, dan terakhir pada ranking kelima, ia mensedekahkannya di jalan Allah.
Seorang Anshar memerdekakan lima atau enam orang budak sebelum matinya, padahal ia tidak punya harta lain selain itu. Ia meninggalkan anak-anak kecil. Nabi saw pernah berkata kepada sahabatnya: ‘Sekiranya kalian memberitahukan kepadaku keadaan dia, aku tidak akan membiarkan kalian menguburkannya di pekuburan muslimin. Ia menelantarkan anak-anak kecil dan membiarkan mereka mengemis kepada orang lain.’ Kemudian Imam berkata: ‘Ayahku menyampaikan kepadaku dari Nabi saw bahwa ia bersabda; Mulailah dari tanggunganmu yang paling dekat, kemudian yang paling dekat, dan seterusnya!’
Kemudian, inilah yang difirmankan dalam Al-Quran, yang menolak argumentasi kalian dan diwajibkan kepada kalian oleh Tuhan yang Maha Mulia dan Maha Bijaksana; Dan orang-orang yang apabila membelanjakan hartanya, mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al-Furqan; 67). Tidakkah kalian perhatikan bahwa Allah mengecam orang yang berlebih-lebihan dalam menginfakkan hartanya? Pada ayat lain Allah swt berfirman, “Sesungguhnya Ia tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan” (QS. Al-An’am; 141, QS. Al-A’raf; 31). Tuhan melarang mereka berlebihan dan melarang mereka kikir. Yang benar itu ialah yang berada di tengah-tengah. Seseorang tidak boleh memberikan seluruh hartanya, lalu setelah itu, ia berdoa agar Tuhan memberinya rezeki. Doa seperti itu tidak akan dikabulkan.
Rasulullah saw bersabda: Ada beberapa kelompok dari umatku yang doanya tidak akan dikabulkan; Doa seorang anak yang disampaikan untuk mencelakakan orang tuanya, doa seseorang untuk mencelakakan pengutangnya padahal ketika ia membuat transaksi tidak ada saksi, doa seorang lelaki untuk mencelakakan isterinya padahal Allah sudah menyerahkan tanggungjawab memelihara isteri itu di tangannya, dan doa seseorang yang duduk di rumah lalu ia tidak henti-hentinya bermohon: ‘Tuhanku berilah rezeki padaku’; kemudian ia tidak keluar rumah untuk mencari rezeki. Allah swt akan berkata kepadanya: ‘Wahai hamba-Ku, bukankah Aku sudah memberi jalan bagimu untuk mencari rezeki dan berusaha di bumi dengan modal tubuhmu yang sehat? Supaya kamu tidak bergantung pada orang lain. Jika Aku kehendaki, Aku akan memberi rezeki. Jika Aku kehendaki, Aku batasi rezeki kamu. Dan alasanmu Aku terima.’
“Selain itu, doa orang yang tidak akan Aku dengar adalah doa seseorang yang mendapat rezeki yang banyak dari Allah swt. Ia mengeluarkan semuanya kemudian ia kembali sambil berdoa: ‘Ya Rabbi, berilah aku rezeki’. Tuhan berfirman: ‘Bukankah Aku telah memberimu rezeki yang banyak. Kenapa kamu tidak berhemat seperti yang Aku perintahkan? Mengapa kamu berlebih-lebihan seperti yang Aku larang?’ Kemudian terakhir, doa yang tidak akan didengar Tuhan adalah doanya orang yang memutuskan silaturahim.’
“Allah mengajari Nabi-Nya bagaimana cara berinfak. Di suatu hari, pada diri Rasulullah saw ada beberapa uang emas. Ia tidak ingin tidur bersama uang itu. Kemudian ia mensedekahkannya. Pagi hari ada seseorang yang datang meminta bantuan kepadanya. Tapi Rasulullah tidak punya apa pun. Peminta itu kecewa karena Nabi saw tidak membantunya. Rasulullah saw juga berduka cita karena tidak dapat memberinya apa pun, padahal Nabi saw adalah orang yang sangat santun dan penuh kasih. Allah swt lalu mendidik beliau dengan firman-Nya: Janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu di kudukmu, jangan juga engkau buka selebar-lebarnya, nanti kamu duduk dalam keadaan menyesal dan rugi (QS. Al-Isra 29).”
Sofyan Al-Tsawri, bisa dibilang, mewakili pandangan sekelompok orang yang meyakini bahwa kesucian harus dicapai dengan mengorbankan segala-galanya, meninggalkan pekerjaan, memberikan seluruh harta, meninggalkan keluarga, mengasingkan diri, dan menjauhkan diri dari dunia. Konon, karena cinta dunia itu sumber segala kejahatan, akhirnya mereka memilih untuk membenci dunia.
Mujahadah dan Riyadhah.gaya Al-Tsawri, tidak bisa dibilang salah, karena memang ada segolongan orang yang karena “ kondisi tertentu harus menjalani model itu”, tetapi tidak dapat diterapkan sepenuhnya kepada semua orang, karena jika demikian, siapakah di antara kita yang harus membayar zakat, melakukan ibadah haji, mengurus orang yang lemah, membiayai pendidikan, melakukan penelitian ilmiah dan sebagainya ?, hanya melihat kehidupan tasawuf model ini, bisa melahirkan pendapat yang keliru dalam memandang tasawuf dan kehidupan Sufi yang oleh sebagian penentangnya, diidentikkan dengan kemiskinan, kelusuhan, dan bahkan kekotoran. Bisa bisa membuat orang takut belajar tasawuf dan menjalani kehidupan sufi karena kuatir menjadi miskin.
Imam Ja’far menunjukkan dengan argumentasi yang sangat fasih, bahwa tasawuf sejati tidak demikian. Ia menjelaskan bahwa kemiskinan yang disamakan dengan kesalihan berasal dari kekeliruan dalam memahami Al-Quran dan hadis. Tasawuf sejati bukan tidak memiliki dunia tetapi tidak dimiliki dunia. Sufi bukan berarti tidak mempunyai apa-apa, tetapi tidak dipunyai apa-apa.( Laisa Zuhud bian La tamlika Syaian , Innama Zuhud an laa yamlikaka dzalikas syaik), seperti hal ini ditegaskan oleh Imam Abil Hasan Ali Assadzili
Seorang sufi boleh saja, malah mungkin harus, memiliki kekayaan yang banyak; tetapi ia tidak akan melupakan kewajiban diri maupun hartanya, dalam meraih dan mendistribusikannya dan ia tidak meletakkan kebahagiaan pada kekayaannya. Hatinya tidak bergantung pada harta dan kekayaannya melainkan kepada ALLAH yang memberinya anugrah harta dan kekayaan itu.dan kepadanya sepenuhnya ia bersujud dan menumpahkan puji syukur.
Update : 14 / Oktober / 2005
Edisi 16 Th. 2-2005M/1426H
Silakan mengutip dengan mencantumkan nama almihrab.com


SUMBER